SELAMAT DATANG KE CEKCIBOBOMBA.BLOGSPOT.COM

RASULULLAH s.a.w telah bersabda yang bermaksud: “Bacalah surah Yassin kerana ia mengandungi keberkatan”, iaitu: 1. Apabila orang lapar membaca sura

9:19 PM / Posted by kerul / comments (0)


RASULULLAH s.a.w telah bersabda yang bermaksud:

“Bacalah surah Yassin kerana ia mengandungi keberkatan”, iaitu:

1. Apabila orang lapar membaca surah Yaasin, ia boleh menjadi kenyang.
2. Jika orang tiada pakaian boleh mendapat pakaian.
3. Jika orang belum berkahwin akan mendapat jodoh.
4. Jika dalam ketakutan boleh hilang perasaan takut.
5. Jika terpenjara akan dibebaskan.
6. Jika musafir membacanya, akan mendapat kesenangan apa yang dilihatnya.
7. Jika tersesat boleh sampai ke tempat yang ditujuinya.
8. Jika dibacakan kepada orang yang telah meninggal dunia, Allah meringankan seksanya.
9. Jika orang yang dahaga membacanya, hilang rasa hausnya.
10. Jika dibacakan kepada orang yang sakit, terhindar daripada penyakitnya.
11. Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya setiap sesuatu mempunyai hati dan hati al-Quran itu ialah Yassin”. Sesiapa membaca surah Yassin, nescaya Allah menuliskan pahalanya seperti pahala membaca al-Quran sebanyak 10 kali.
12. Sabda Rasulullah s.a.w lagi, “Apabila datang ajal orang yang suka membaca surah Yassin pada setiap hari, turunlah beberapa malaikat berbaris bersama Malaikat Maut.
Mereka berdoa dan meminta dosanya diampunkan Allah, menyaksikan ketika mayatnya dimandikan dan turut menyembahyangkan jenazahnya”.
13. Malaikat Maut tidak mahu memaksa mencabut nyawa orang yang suka membaca Yaasin sehingga datang Malaikat Redwan dari syurga membawa minuman untuknya.
Ketika dia meminumnya alangkah nikmat perasaannya dan dimasukkan ke dalam kubur dengan rasa bahagia dan tidak merasa sakit ketika nyawanya diambil.
14. Rasulullah s.a.w bersabda selanjutnya: “Sesiapa bersembahyang sunat dua rakaat pada malam Jumaat, dibaca pada rakaat pertama surah Yaasin dan rakaat kedua Tabaroka, Allah jadikan setiap huruf cahaya di hadapannya pada hari kemudian dan dia akan menerima suratan amalannya di tangan kanan dan diberi kesempatan membela 70 orang daripada ahli rumahnya tetapi sesiapa yang meragui keterangan ini, dia adalah orang-orang yang munafik.

Labels:

KEPADAMU KEKASIH

9:14 PM / Posted by kerul / comments (0)

KEPADAMU KEKASIH

Kepadamu kekasih
Aku berserah
Kerana kutahu
Kau lebih mengerti
Apa yang terlukis di cermin wajahku ini
Apa yang tersirat di hati
Bersama amali

Kepadamu kekasih
Aku bertanya
Apakah kau yang menerima kukembali
Atau harus menghitung lagi
Segala jasa dan bakti
Atau harus mencampakku ke sisi
Tanpa harga diri

Hanya padamu kekasih
Aku tinggalkan
Jawapan yang belum ketemukan
Yang bakal aku nantikan
Bila malam menjemputku lena beradu

Kepadamu kekasih
Aku serahkan
Jiwa dan raga
Jua segalanya
Apakah kau akan menerima penyerahan ini
Apakah kau akan menerimaku dalam keadaan begini


Komposer / Lirik - M Nasir / Eunos Bin Asah

Labels:

Hasan al-Banna

8:55 PM / Posted by kerul / comments (0)



Hasan al-Banna
Pengasas & Mursyidul 'Am Pertama
Ikhwanul Muslimin

Allah SWT berfirman:


"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)"
(al-Ahzab, 33:23)

Sejarah telah mencatat para generasi dakwah Islam di era modern Iakan banyak pahlawan, dan hal tersebut telah terjadi, dan akan terus terjadi dari mereka yang memiliki sikap dan prinsip dengan tetap berpegang teguh pada manhaj Islam yang benar dan lurus, jika boleh dikatakan: bahwa mereka mampu mencapi puncak hingga peringkat sebagai pengemban dan pembawa manhaj ilahi dari generasi pertama umat Islam, dan tugas dari gerakan Islam adalah mengenang para pahlawannya dan mengapresiasi para syuhada di jalannya; sehingga kelak mereka menjadi panutan yang dapat memberikan pencerahan dan petunjuk bagi generasi dakwah setelahnya, dan setiap orang yang mengambil jalan ini.

Siapakah Hasan Al-Banna?

Beliau adalah Hassan Ahmad Abdul Rahman al-Banna, lahir di kota Al-Mahmudiya, di bagian Delta Nil Provinsi Buhaira, Mesir, pada hari Ahad, tanggal 25 Sya’ban tahun 1324, bertepatan dengan tanggal 14 Oktober tahun 1906. Beliau termasuk dalam keluarga pedesaan yang sederhana dari kebanaykan bangsa Mesir lainnya sebagai petani di sebuah desa Delta yang disebut dengan desa “Syamsyirah” [dekat dengan pantai kota Rasyid berhadapan dengan kota Idvina, bagian dari kota Fawah, Propinsi Al-Buhaira].

Kakeknya bernama Abdul Rahman, beliau adalah seorang petani dari keluagra sederhana, namun orang tua Hasan Al-Banna, Syeikh Ahmad tumbuh - sebagai anak bungsu- jauh dari aktivitas bertani; karena keinginan dari ibunya, sehingga beliau ikut dalam belajar dan menghafal Al-Qur’an dan mempelajari hukum-hukum tajwid Al-Quran, dan kemudian belajar hukum syariah di Masjid Ibrahim Pasha di Alexandria, dan disaat menempuh pendidikan, beliau ikut bekerja di sebuah toko terbesar bagian refarasi jam di Alexandria, sehingga setelah itu beliau memiliki keahlian dalam memperbaiki jam dan berdagang, dan dari sinilah beliau terkenal dengan panggilan “As-sa’ati”

Selain itu, Orang tua Al-Banna juga memiliki keahlian dan menjadi bagian dari ulama hadits karena beliau pandai di bidang tersebut, sebagaimana beliau banyak melakukan aktivitas dalam mempelajari dan mengajar sunnah nabawiyah terutama kitab yang terkenal “al-fathu Robbani fi tartiibi musnad imam Ahmad bin Hambal As-Syaibani”, dan dalam kehidupan seperti itulah tumbuh “Hassan al-Banna” mencetak banyak karakter darinya.

Awal Perjalanan

Hassan al-Banna memulai pendidikannya di sekolah tahfizhul Qur’an di Al-Mahmudiyah, dan mampu mentransfer ilmu dari banyak penulis sehingaa orang tuanya mengirim beliau kepada para penulis di dekat kota Al-Mahmudiyah. Namun waktu yang beliau tempuh di tempat para penulis sangat padat sehingga tidak mampu menyempurnakan hafalan Al-Qur’an; oleh karena terikat dengan peraturan para penulis, dan pada akhirnya beliau tidak mampu meneruskannya, lalu melanjutkan pendidikannya di sekolah tingkat SMP, meskipun ada pertentangan dari ayahnya, karena beliau sangat antusias terhadap dirinya untuk bisa menjadi penghafal Al-Qur’an, dan tidak setuju anaknya masuk sekolah SMP kecuali setelah bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di rumahnya.

Setelah menyelesaikan sekolah SMP beliau masuk ke sekolah “Al-Mu’allimin Al-Awwaliyah” di Damanhour, dan pada tahun 1923 masuk kuliah di Fakultas Dar El-Ulum di Kairo dan lulus pada tahun 1927, dan selain itu, beliau juga mampu meraih lebih ilmu-lainnya dari ilmu-ilmu yang diterima pada saat kuliah, terutama pada kurikulum pendidikan yang diberikan saat itu; seperti pelajaran ilmu al-hayah, sistem pemerintahan, ekonomi politik, sebagaimana beliau menerima pelajaran tentang bahasa, sastra, hukum, geografi dan sejarah, sehingga dengan itu semua, membuat beliua matang dalam berbagai ilmu pengetahuan.

Beliau memiliki perpustakaan yang besar dan luas dirumahnya, di dalamnya terdapat ribuan buku, yang berisi tentang buku-buku yang terkait dengan tema yang tersebut diatas, dan ditambah dengan adanya empat belas jenis majalah dari majalah mingguan yang diterbitkan di Mesir seperti majalah al-muqtatof, majalah al-fath, majalah Al-Manar dan lain-lainnya, dan hingga saat ini perpustakaan beliau masih ada di bawah pengawasan anaknya ustadz ” “Saif al-Islam”.

Al-Banna menjalankan hidupnya selama 19 tahun sebagai guru sekolah dasar di Ismailia, dan kemudian di Kairo, dan ketika beliau mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru pada tahun 1946 beliau telah mendapat level kelima untuk menjadi PNS, setelah itu beliau bekerja di surat kabar harian “Ikhwanul Muslimin”, dan kemudian beliau menerbitkan majalah bulanan sendiri yang bernama “As-Syihab” yang di mulai pada tahun 1947; hal tersebut dilakukan agar dirinya dapat mandiri dan sebagai sumber mata pencaharian, namun akhirnya majalah tersebut dibredel oleh karena dibubarkannya jamaah ikhwanul muslimin pada tanggal 8 Desember 1948.

Pengaruhnya

Syeikh Hassan al-Banna, menerima banyak pengaruh dari beberapa ulama besar dan para guru, termasuk ayahnya sendiri, Syeikh Ahmed dan Syeikh Mohammed Zahran - pemilik majalah Al-Is’ad dan pemilik sekolah Ar-Rasyad, yang mana Hasan Al-Banna terdaftar di sekolah saat beliau menetap beberapa tahun di Mahmudiyah - begitupun Syeikh Tantawi Jauhari, penyusun kitab tafsir Al-Qur’an “Al-Jawahir”, dan beliau juga menjadi pemimpin redaksi koran yang diterbitkan pertama kali oleh Ikhwanul Muslimin pada tahun 1933, setelah lulus dari Dar el-ulum tahun 1927, Hasan Al-Banna menjadi guru pada salah satu sekolah dasar di kota Ismailiyah, dan berikutnya tahun 1928 mendirikan jamaah Ikhwanul Muslimin, tapi sebelum pendiriannya beliau telah banyak terlibat dalam sejumlah asosiasi dan kelompok agama, seperti “Jam’iyah Al-Adab Al-Akhlaqiyah”, dan “Jam’iyah Man’u Al-Muharramat” di Mahmudiya, dan “At-Tariqah Al-Hashofiyah” sebuah aliran tasawuf di Damanhour, sebagaimana beliau juga ikut berpartisipasi dalam pendirian jamaah Syubbanul Muslimin pada tahun 1927 dan beliau merupakan salah satu anggotanya. Yaitu, Setelah jamaah Ikhwanul Muslimin yang didirikannya telah tumbuh, berkembang dan tersebar di berbagai segmen masyarakat dan kota, bahkan pada akhir tahun empatpuluhan ikhwanul Muslimin telah menjadi kekuatan organisasi sosial-politik yang terstruktur di Mesir, juga telah memiliki cabang yang banyak yang tersebar di berbagai negara-negara Arab dan Islam.

Imam Al-Banna selalu menegaskna bahwa jamaah yang diririkannya bukan merupakan partai politik, tetapi merupakan kesatuan ide dari berbagai nilai-nilai perbaikan, dan berusaha untuk kembali kepada Islam yang benar dan bersih dan menjadikannya sebagai manhaj yang komprehensif untuk kehidupan.

Adapun manhaj perbaikan yang beliau lakukan adalah dengan cara “Tarbiyah” dan “progresif ” dalam melakukan perubahan yang diinginkan, dan inti dari manhaj yang diinginkan itu adalah membentuk “individu Muslim” lalu “Keluarga Islam”, “komunitas Muslim”, lalu “Pemerintahan Islam”, “Negara, dan khilafah Islam dan akhirnya mencapai pada “ustadziyatul alam” .

Imam Al-Banna memimpin jamaah Ikhwanul Muslimin selama dua periode [1928-1949], dan dalam kepemimpinannya banyak berhadapan dengan peperangan politik dengan pihak lain, khususnya partai Al-Wafd dan partai Al-Saadi. Adapun sebagian besar aktivitas dari Al-Ikhwan terfokus pada permasalahan di lapangan nasional Mesir yang terpuruk setelah pecah Perang Dunia II, dan pada saat itu beliau mengajak Mesir untuk keluar dari sterling blok sehingga dapat memberi tekanan pada Inggris untuk menanggapi permintaan nasional Mesir. Dalam konteks ini, Ikhwanul Muslimin mengadakan konferensi-konferensi, dan melakukan demonstrasi untuk menuntut hak-hak negara, juga memiliki serangkaian politik assassinations terhadap tentara dan pasukan Inggris, terutama di Terusan Suez.

Dan Al-Banna juga mengutamakan perhatiannya secara khusus terhadap isu Palestina, dan menganggapnya sebagai “Persoalan seluruh dunia Islam” dan beliau selalu menegaskan bahwa “Inggris dan orang-orang Yahudi tidak akan memahami kecuali hanya satu bahasa, yaitu bahasa revolusi, kekuatan dan darah”, beliau mengakui fakta adanya aliansi Barat Zionis terhadap Islam. Beliau juga mengajak untuk melakukan penolakan terhadap konsensus pemisahan dan pembagian negeri Palestina yang dikeluarkan oleh PBB tahun 1947, dan mengajak kepada seluruh umat Islam secara umum - dan Ikhwanul Muslimin secara khusus - untuk melakukan jihad di tanah Palestina demi mempertahankan tanah Arab dan Muslim, beliau berkata: “Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin akan mengorbankan jiwa dan harta mereka untuk mempertahankan setiap jengkal dari bumi Palestina Islam dan Arab sehingga Allah mewarisi bumi ini dan orang-orang yang bersamanya “. Dan akhirnya pada tanggal 6 Mei 1948 Lembaga Pendiri Ikhwanul Muslimin mengeluarkan keputusan yang menegaskan jihad suci melawan Yahudi sang agresor, untuk itu Al-Banna mengirim brigade Mujahidin dari Ikhwanul Muslimin ke Palestina dalam perang tahun 1948. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah Mesir melikuidasi jamaah Ikhwanul Muslimin pada bulan Desember tahun 1948; sehingga, menyebabkan terjadinya bentrokan antara Ikhwanul Muslimin dan Pemerintah An-Nakrasyi.

Al-Banna memiliki pendapat yang tepat dan wawasan yang luas terhadap qadhiyah an-nahdhah (masalah kebangkitan) yang mampu membuat sibuk umat Islam sejak dua abad sebelumnya dan hingga sekarang masih didengungkan. Beliau menghubungkannya dengan masalah kemerdekaan dari kolonialisme dan ketergantungan pada Eropa dari satu sisi, dan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan yang harus dicapai oleh umat Muslim pada sisi yang lain, dan beliau mengatakan: “Kita tidak akan mampu melakukan perbaikan dan kita tidak bisa menerapkan konsep perbaikan secara internal selama kita belum merdeka dari intervensi dan campur tangan asing” Beliau juga mengatakan: “Tidak ada kebangkitan tanpa ilmu pengetahuan dan apa yang diraih oleh orang kafir -dalam menjajah- adalah karena dengan ilmu “, beliau melihat bahwa ketergantungan umat Islam pada Eropa terhadap tradisi dan kebiasaan-kebiasaannya dapat menghalangi kemerdekaan dan kebangkitan mereka, beliau berkata: “Bukankah sebuah paradoks yang aneh, kita meninggikan suara menuntut untuk merdeka dari Eropa dan melakukan protes keras terhadap segala tindak tanduknya, sementara di pihak lain kita meng agungkan tradisi-tradisinya dan terbiasa dengan adat-adatnya, dan bahkan kita lebih memilih produk-produknya?

Sebagaimana beliau juga melihat bahwa persoalan perempuan merupakan salah satu permasalahan sosial paling penting; karena itu, karena itu -sejak awal didirikannya Ikhwanul Muslimin- beliau banyak memberikan perhatian terhadap permasalahan kaum perempuan, beliau membuat bagian khusus yang disebut dengan “Akhwat Muslimat”. Dan beliau selalu menekankan bahwa Islam telah memberikan kepada perempuan hak-hak pribadi, sipil dan politik, dan pada saat yang bersamaan, Islam juga meletakkan kaidah-kaidah yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan dalam penerapan hak-hak tersebut

Namun Imam Al-Banna tidak hanya menyeru untuk mendirikan sebuah sistem pemerintahan keagamaan teokratis dengan pengertian yang dikenal oleh Eropa pada abad pertengahan, namun beliau menyeru untuk menerapkan hukum Islam berdasarkan aturan dari syura, kebebasan, keadilan dan kesetaraan.

Dan beliau menerima dengan lapang bentuk konstitusional undang-undang parlemen, dan menganggap lebih dekat sistem pemerintahan di seluruh dunia terhadap Islam, dan beliau melihat bahwa jika formula tersebut diterapkan, maka dipastikan akan mampu mewujudkan tiga prinsip yang melandasi aturan Islam; yaitu “tanggungjawab pemimpin, kesatuan umat dan penghargaan terhadap kehendaknya”.

Terbunuhnya Sang Imam

lokasi: Kairo, di distrik Al-Himliyah. Waktu: Pertengahan malam tanggal 12 Februari 1949. Kronologi: terdapat beberapa kendaraan polisi melaju di tengah keheningan malam, hingga mencapai pada salah satu jalan di distrik Al-Hilmiyah, Kairo, mereka bertugas menghentikan kendaraan yang melaju di jalan tersebut, beberapa tentara memblokade jalan dengan senjata lengkap,dan penjagaan diperketat terutama di sebuah rumah sederhana di yang ada di jalan tersebut, lalu sebuah mobil polisi melaju menuju rumah tersebut, satu barisan tentara memindahkan mayat dari mobil ke rumah tersebut dengan cepat, lalu mengetuk pintu yang ada di atasnya, seorang Syeikh berumur sembilan puluhan tahun membuka, lalu beberapa tentara masuk ke rumah tersebut sebelum mereka memasukkan tubuh yang sudah mati tersebut untuk mengkonfirmasi tidak ada orang lain di rumah tersebut, ultimatum yang keras disampaikan kepda syekh tersebut; tidak boleh ada suara, tidak boleh ada kegaduhan, dan bahkan tidak boleh ada seorangpun yang boleh mengurus mayat tersebut, cukup anda dan keluarta yang ada di rumah, dan tepat jam sembilan esok pagi beliau harus dimakamkan.

Adapun Syeikh tersebut adalah orang tua almarhum, meskipun ia terketut, sekalipun ia sudah tua, dirinya mampu memakamkan anaknya sendirian, beliau membersihkan darah anaknya yang terkena peluru dan mendarat di sekujur tubuhnya.

Pada pagi harinya, petugas datang tepat waktu, mereka berkata: bawa sini anakmu untuk segera dikubur. Maka syeikh yang sudah berumur 90 tahun tersebut berseloroh: bagaimana saya membawanya? Seharusnya sebagian prajurit ikut membawanya! Namun para prajurit menolak, dan responnya adalah hendaknya orang-orang rumah yang membawanya. Saat itu almarhum meninggalkan beberapa anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang masih bayi.

Akhirnya tubuh yang sudah menjadi mayat dibawa oleh istrinya dan anak perempuannya dan dibantu oleh ayahnya, dan bagi siapa yang berani ikut membantunya maka akan ditangkap dan di penjara, akhirnya jenazah sampai ke masjid untuk di shalatkan, tidak ada yang ikut menyolatkannya kecuali ayahnya dan dibelakangnya anaknya (istri sang imam) dan anak-anak perempuan dari keturunannya, dan mereka juga yang turun ke kubur, lalu kembali ke rumah dengan penjagaan yang super ketat, demikian kronologi pembunuhan dan prosesi pemakaman As-Syahid Imam “Hassan al-Banna”, setelah itu banyak tetangganya yang ditangkap, tidak ada alasan lain kecuali hanya karena mengungkapkan takziah (belasungkawa) kepada keluarga yang ditinggal, dan blokade terus berlanjut tidak hanya di rumah karena khawatir banyak yang berdatangan untuk takziya, namun juga di sekitar kuburan sang imam, karena takut ada yang berani mengeluarkan mayatnya dan mengekspos kejahatan yang telah terjadi, bahkan banyak dari pihak kepolisian disebar di beberapa masjid; untuk segera ditutup kembali setelah ibadah shalat ditunaikan, karena takut ada seseorang yang berani menshalatkannya.

Di sisi lain seorang raja negara tersebut menunda dalam merayakan ulang tahun ke 11 Februari dari 12 Februari; untuk ikut merayakan bersama orang merayakan kematian sang imam, dan salah seorang intelektual menceritakan bahwa dirinya menyaksikan salah satu perayaan di sebuah hotel di Amerika Serikat, dan ketika diceritakan alasan perayaan ini, ia dapat mengetahui bahwa perayaan tersebut dilakukan untuk mengungkapkan kegembiraan karena kematian Imam As-Syahid Hasan Al-Banna. Jika kebenaran ada pada musuh, maka sesungguhnya pusat penelitian di Prancis dan Amerika ikut berpartisipasi dalam peletakan seratus orang yang paling terpengaruh di dunia pada abad kedua puluh, dua dari dunia Arab adalah: Imam As-Syahid “Hassan al-Banna”, dan yang lainnya adalah Gamal Abdul Nasser.

Buku-buku karangan imam Hasan Al-Banna

Tidak ada yang dimiliki oleh Hassan al-Banna dari literatur buku atau karangan-karangannya kecuali berupa risalah, baik kumpulan dan cetakan dengan judul buku “Majmuah Rasail imam Hasan Al-Banna” sebagai referensi utama dalam memahami pemikiran dan manhaj Ikhwanul Muslimin secara umum. Beliau juga memiliki buku mudzakarah yang dicetak beberapa kali dengan judul “Mudzakirah da’wah wa da’iyah”, selain itu beliau juga memiliki majalah dan riset-riset kecil dalam jumlah yang besar, seluruhnya tersebar dalam koran-koran dan majalah Ikhwanul Muslimin yang dimuat pada tahun tiga puluh dan empatpuluhan tahun yang lalu.

Rahimahullah Imam As-Syahid Hasan Al-Banna

Sumber: www.al-ikhwan.net Teruskan membaca...

Labels:

Hassan Al-Hudaibi

8:54 PM / Posted by kerul / comments (0)


Hassan Al-Hudaibi
Mursyidul 'Am ke-2 Ikhwanul Muslimin

Beliau adalah seorang Konsultan dan jaksa, bernama lengkap Hasan Ismail Al-Hudaibi, jabatan terakhirnya sebagai mursyid kedua jamaah Ikhwanul Muslimin, dan merupakan mursyid yang mengalami masa sulit dan penuh dengan ujian dan cobaan, karena pada saat beliau diangkat menjadi mursyid berada pada masa terjadinya perselisihan antara para pejuang revolusi, terutama mantan presiden Jamal Abdul Naser. Dan sebagai masa dimana para anggota jamaah banyak yang ditangkap, dipenjara dan disiksa; dan pemerintah pada saat itu berusaha melakukan pembersihan jamaah Ikhwanul Muslimin dengan kekuatan dan kekerasan dari bumi Mesir dan dunia.

Latarbelakang Hidupnya

Hasan Al-Hudaibi lahir di desa Arab Al-Shawalihah, distrik Syibin Al-Qanatir, tahun 1309 yang bertepatan pada bulan Desember 1891 M. menghafal Qur’an di desanya sejak kecil, kemudian masuk sekolah formal di Al-Azhar yang semangat keagamaan nya yang tinggi dan ketakwaan yang suci. Kemudian setelah itu pindah ke sekolah negeri dan mendapatkan ijazah SD pada tahun 1907, lalu masuk sekolah Aliyah Al-Khadiwiyah (setingkat SMA) dan mendapat gelar BA pada tahun 1911, kemudian meneruskan kuliah di bagian hukum, dan lulus darinya pada tahun 1915. Setelah itu menjalankan masa percobaan menjadi pengacara di Kairo dan secara bertahap menjadi pengacara yang sesungguhnya.

Setelah menjadi pengacara, beliau bekerja sesuai profesinya di distrik Syibin Al-Qanatir, lalu untuk pertama kali dalam hidupnya dan tanpa diketahui oleh seorang pun, beliau pergi ke daerah Sohaj dan tinggal di sana hingga tahun 1924, dan di sana beliau menjadi jaksa. kemudian pindah ke daerah Qana, lalu pindah ke daerah Naja’ Hamady tahun 1925, lalu pindah lagi ke daerah El-Manshurah tahun 1930, dan tinggal di daerah Al-Mania selama satu tahun, kemudian pindah ke daerah Asyuth, lalu ke Zaqaziq, lalu ke Giza pada tahun 1933, dan pada akhirnya menetap di Kairo.

Tahapan beliau menjabat sebagai jaksa diawali dengan menjabat sebagai direktur administrasi kepaniteraan, lalu menjadi ketua badan pemeriksa kejaksaan, lalu sebagai konsultan di mahkamah konstitusi. Kemudian mengundurkan diri sebagai jaksa setelah terpilih menjadi mursyid Ikhwanul Muslimin pada tahun 1951. Pertama kali beliau menjabat, dirinya dan para ikhwan lainnya ditangkap tanggal 13 Januari 1953, namun pada bulan maret pada tahun sama beliau dibebaskan kembali, setelah dijenguk oleh para senior dan jenderal revolusi sambil meminta maaf kepadanya. Kemudian ditangkap lagi untuk yang kedua kalinya pada akhir tahun 1954 dan divonis hukuman mati, namun akhirnya diberikan keringanan dengan hukuman seumur hidup. Kemudian hukuman dipindah dari penjara menjadi tahanan rumah, akibat menderita sakit dan usia lanjut. Kemudian pada tahun 1961 hukuman tahanan rumah dihapus atasnya. Dan beliau kembali ditangkap pada tanggal 23 Agustus 1965 di Alexandria dan dijatuhi hukuman dengan wajib lapor, kemudian dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun, walaupun pada saat itu umur beliau telah mencapai 70 an tahun, dan kemudian diberikan izin keluar untuk ke rumah sakit selama 15 hari, kemudian dipindah ke rumahnya, lalu dikembalikan ke penjara untuk melengkapi masa tahanannya. Dan masa tahanannya menjadi panjang –melewati batas yang dijatuhkan- hingga tanggal 15 Oktober tahun 1971. Dan beliau wafat pada hari kamis, jam 07 pagi waktu setempat, pada tanggal 14 Syawal 1939 bertepatan dengan tanggal 11 November 1973.

Karakter Hasan Al-Hudaibi

Hassan al-Hudaibi adalah sosok seorang Muslim sejati, hafal Al-Qur’an sejak belia, memiliki komitmen untuk selalu taat kepada Allah, beliau tidak pernah lengah dan tidak pernah merasa bosan dalam menunaikan tugas dan kewajiban agama.

Beliau adalah sosok manusia yang dermawan dan tidak pernah memiliki keraguan sejak dia menjadi seorang siswa hingga menjadi konsultan dalam berpegang pada prinsip dan kebenaran. Beliau merupakan contoh dan teladan di antara teman-temannya dan orang-orang yang dekat dengannya atas ke istiqamahannya, keteguhan akhlaqnya dan kemuliaan karakternya, keengganannya bermujamalah (bermain-main) pada kebenaran dan ketidak takutannya kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Beliau juga mampu mencetak rumah tangganya dengan tabiat dan shibghah Islam; adab-adabnya, kebiasaan-kebiasaannya dan pakaian-pakaiannya, sehingga tampak dengan akan keteguhan agamanya dan Ittiba’nya dengan nama agama melebihi jabatan dan julukan yang telah dimiliki dan diraihnya.

Hassan Al-Hudaibi juga merupakan sosok yang sangat disegani oleh teman sejawatnya dan para konsultan lainnya; terutama yang berani bermain-main dengan undang-undang sipil, dan yang melakukan pelanggaran dasar-dasar syariah Islam. Suatu kali; pada jiwa-jiwa terhenti tanpa dapat melakukan apa-apa, dan cukup dengan memberikan agenda kritikan yang lembut, beliau pergi dengan sendirinya ke pusat revisi undang-undang, dan memberikan pernyataan secara resmi bahwa dirinya menentang dan mengutuk berbagai produk undang-undang yang tidak berasal dan bersumber dari syariat Islam, atau kandungan bab dan fasal-fasalnya yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga, dengan sikap tersebut menjadi berita headline di seluruh surat kabar di Mesir saat itu; bahkan koran Al-Ikhwan menerbitkan berita dengan tema “Hasan Al-Hudaibi, semoga Allah menolongnya” yang berasal dari surat kabar “Akhbar Al-Youm.” Dan karakter yang agung yang terdapat dalam diri Al Hassan Al-Hudaibi adalah ketegarannya dan keberaniannya dalam menentang kebatilan, dan terhadap para pelaku dan pendukung kebatilan, ketegarannya berdiri dihadapan kekuatan zhalim dan para pelaku kezhaliman, sekalipun usia beliau sudah lanjut dan sering sakit-sakitan beliau tetap melakukan aktivitas. Sebagaimana beliau juga memiliki karakter membenci terhadap hal-hal yang berbau pamer dan pujian, jauh dari pantauan, karena itu –kadang- beliau selalu menghindar dari sorotan kamera, menolak untuk ditulis tentang jati dirinya dan perjalanan hidupnya; karena yang beliau harapkan hanyalah ganjaran dari Allah. Jika seorang imam memilih banyak diam dan jauh dari sorotan masa, adalah merupakan ketawadhuan dan kelebihan yang dimilikinya, namun di antara haknya –dan juga hak imam Al-Banna dan seluruh ulama dan umat yang membawa amanah setelah mereka hingga hari akhir zaman, untuk selalu menjadi uswah dan qudwah (contoh dan teladan), bahkan beliau menjadi menara yang mengarahkan para pembawa risalah dakwah dan pengarah jalan di dalamnya, sehingga dapat dijadikan pegangan bagi para pengemban amanah dakwah dan menerangi jalan mereka, karena para pemuda zaman sekarang ini, banyak yang sering mentaqlid dari sana sini, menemukan kebesaran jiwa dari sebagian tokoh. Karena itu, jika mereka mengambil kebesaran jiwa maka mereka kelak akan menjadi jiwa yang memiliki kepribadian yang tinggi pula.

Perjuangan Beliau

Adapun Perjuangan pada bidang pekerjaan dan spesialisasinya memiliki sejarah yang sangat menarik. Suatu ketika ketua mahkamah konstitusi bertanya kepadanya: Ya Hasan, bukankah engkau bersama saya, bahwa kebanyakan dari undang-undang sipil saat ini berkaitan erat dengan hukum-hukum yang ada dalam fiqh Islam? Hasan Hudaibi berkata: betul. Orang tersebut berkata lagi: jadi apa dasarnya tuntutan Anda untuk kembali pada syariat Islam dan menerapkan hukum-hukumnya?”. Beliau menjawab: Hal tersebut karena Allah SWT. Dia berfirman: “Dan hendaklah saat memutuskan hukum diantara mereka sesuai dengan apa yang diturunkan Allah”. Dan tidak mengatakan: Dan berhukumlah seperti yang diturunkan Allah. Dan bahwa berhukum pada syariat Allah menurut seorang muslim adalah ibadah dan menunjukkan ketaatan kepada perintah Allah, dan itulah sumber keberkahannya, rahasia kekuatan yang ada dalam jiwa orang-orang yang beriman dengannya dan dalam komunitas jamaah muslimah.

Ketika dijabarkan rancangan revisi undang-undang sipil Mesir pada tahun 1945 di hadapan ustadz Al-Hudaibi, tertulis disitu bahwa beliau menolak mendiskusikan proyek tersebut dari sisi prinsipnya; karena tidak berdasarkan pada al-kitab dan as-sunnah.

Dan pada tahun 1947 Ustadz Hasan Al-Hudaibi menerbitkan sebuah artikel di koran Mesir “Akhbar Al-Youm,” yang membantah amandemen rancangan undang-undang sipil Mesir, beliau berkata, “bahwa amandemen terbaik menurut pandangan saya adalah yang mengacu pada sebuah undang-undang yang satu; untuk menerapkan hukum syariah dalam kasus pidana dan perdata kemudian beliau berkata: “Aku telah menyatakan pendapat di komisi revisi undang-undang sipil dalam Senat, dan saya sampaikan: Bahwa undang-undang kita harus berdasarkan Al-Quran dan Sunnah dalam berbagai sendi kehidupa, bukan hanya dalam urusan syariat saja. Bahwa Islam adalah agama yang koheren dan terpadu tidak boleh dipisah-pisah, sehingga harus diterapkan seluruh ketentuannya oleh setiap orang yang menganutnya” Inilah pendapat yang saya kemukakan, dan saya berharap bahwa saya telah menyelesaikan tugas dalam melakukan revisi undang-undang, berusaha mempelajarinya hingga tidak terdapat di dalamnya undang-undang asing yang tidak konsideran dengan Al-Qur’an Al-Karim, yang tidak bisa membedakan antara yang halal dan yang haram, padahal keduanya sangat jelas karakter dan batasan-batasannya hingga hari kiamat.

Dan inilah yang saya sampaikan di hadapan tim revisi, dan saya yakin bahwa mereka tidak akan menerima dan mengambilnya, namun bagi saya tidak mengapa selama saya yakin dengan apa yang saya sampaikan, namun menurut praduga saya, kelak setelah berjalan 20 atau 30 tahun opini akan mengarah pada pengambilan pendapat saya; setiap kali Allah melapangkan dada umat manusia dengan Al-Qur’an pada hari yang meliputi opini dan pendapat ini”.

Kami telah melihat bahwa berbagai undang-undang yang bersumber pada undang-undang asing tidak memberikan kemaslahatan pada negeri kami, tidak mencapai apa yang diharapkan, penjara ini penuh narapidana, kejahatan meningkat, kemiskinan menyebar, dan moral dan akhlak menurun, hubungan sosial memburuk hingga terjadi setiap hari sejak para pendahulunya, dan ini semua tidak mampu dirubah kecuali jika kita menyusun kembali hubungan kita dengan sunnah kauniyah yang telah diturunkan melalui wahyu dengan berbagai rahasia-rahasianya, dan tanda-tandanya yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan dengan itu semua, maka kita akan dapat tinggal di rumah, di tengah keluarga dan masyarakat, bersama anak-anak kita, dan bersama semua orang yang hidup bersama Al-Qur’an “.

Pada tanggal sepuluh Desember 1952, konstitusi Klasik Mesir mengumumkan revisi dan setelah berlalu dua hari ditetapkan seratus anggota untuk membuat konstitusi baru yang mana di antara mereka ada tiga orang yang berasal dari Ikhwanul Muslimin. Akhirnya majalah “El-dakwah” menerbitkan artikel yang mengajak untuk mendukung konstitusi berdasarkan Islam. Hasan Al-Hudaibi mengajak untuk dilakukan referendum; guna mengetahui apakah Mesir memilih syariat Islam atau undang-undang barat? Jika memilih berhukum pada Islam maka pemerintah harus komitmen melaksanakan pilihan tersebut, dan jika memilih undang-undang Barat –yang tidak mungkin keluar dari diri seorang muslim- maka kita harus mengaca diri, mengajarkan umat akan perintah Tuhannya dan apa yang seharusnya mereka lakukan”.

Mengenal Ikhwanul Muslimin

Dikisahkan bahwa hubungan beliau dengan Ikhwanul Muslimin dimulai sejak tahun 1942, yaitu saat beliau mendapatkan kepuasan dengan dakwah al-Ikhwan melalui praktek sebelum mendapatkannya secara teori. Hal tersebut terjadi ketika beliau melihat sebagian anggota kerabatnya dari para petani yang sedang menghadapi berbagai macam masalah; agama dan politik, yang kebanyakan dari masyarakat umum tidak memahami hal tersebut, terutama karena kebanyakan dari mereka adalah berasal kalangan umi (buta huruf), dan ketika diketahui bahwa hal tersebut kembali kepada para Ikhwan, beliau tertarik dengan cara dakwahnya, sehingga beliau sangat antusias untuk menghadiri khutbah Jum’at di masjid-masjid yang diisi oleh pendiri jamaah Ikhwan; Hasan Al-Banna. Dan sejak tahun 1942 beliau mulai menjalin hubungan dengan dakwah yang penuh berkah ini melalui pendirinya langsung terutama di saat beliau melakukan kunjungan ke kota Zaqaziq.

Adapun awal begitu tertariknya beliau dengan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah saat mendengar ceramah ustadz Hasan Al-Banna tentang masalah membersihkan jiwa, menumbuhkan perasaan, menggelorakan ruh. Ketika beliau mendengarkan uraiannya ada perasaan aliran darah yang deras dan kencang merasuk ke dalam jiwanya, bergelora ruhnya, akalnya, hatinya dan perasaannya, sehingga tidak membutuhkan waktu lama dan usaha yang keras, segera terdorong jiwanya untuk bergabung dengan dakwah yang penuh berkah ini, dakwah yang membawa kebenaran, dan siap bekerja untuknya, terikat dengannya serta komitmen untuk berjihad di jalannya. Pada saat itu Imam Hasan memandang telah terjadi kehancuran di tengah umat Islam sehingga perlu adanya kerja keras untuk menolong dan menyelamatkannya. Dan ditambah kecemburuan iman Hasan Al-Banna yang bergelora di dadanya, yang mana hal tersebut dapat diketahui saat beliau berbicara, baik dihadapan para ulama yang shalih dan dihadapan orang-orang yang duduk-duduk dan nongkrong di kedai kopi.

Pada saat itu –setelah mendengar uraian imam Hasan Al-Banna- beliau langsung menghadap, dan setelah berbicara singkat, beliau melakukan janji, ikatan dan baiat. Baiat yang mengikat dirinya dan kehidupannya untuk selamanya, dan berada di jalan dakwah yang penuh berkah ini, mengarungi masa depan dakwah. Dan inilah model kejujuran para rijal dakwah. Mengikat jiwa mereka dengan dakwah kehidupan masa lalunya, yang sedang berjalan dan yang akan datang dengan kebenaran.

Dan karena karakter imam Hasan Al-Hudaibi memiliki kecerdasan dan kejelian, jiwa yang kokoh, ruh yang bersih, sehingga ketika mendengar dakwah imam Hasan Al-Banna yang bersumber dari kejujuran dan keikhlasan, dan totalitas yang begitu dalam, beliau yakin bahwa ini adalah dakwah yang akan memberikan air kesejukan bagi siapa saja yang haus hatinya, perasaannya dan jiwanya.

Bai’ah ustadz Hasan al-Hudaibi

Pada tanggal 12 Pebruari tahun 1949 para pesuruh kerajaan Mesir Raja Farouk berhasil membunuh Hasan Al-Banna sehingga membuat kosong kursi Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, dan pada saat itulah, para pendiri Ikhwan berusaha mencari menggantinya, dan akhirnya mereka menetapkan Hasan Al-Hudaibi menjadi Mursyid Am Ikhwanul Muslimin. Pada 6 bulan pertama Hasan Al-Hudaibi menjabat sebagai mursyid secara tersembunyi dan diam-diam, tanpa tidak meninggalkan pekerjaannya sebagai jaksa selama masa tersebut. Dan ketika pemerintahan An-Nuhas Pasya memberikan izin kepada lembaga pendiri Ikhwanul Muslimin untuk melakukan pertemuan, para anggota tersebut mempersilakan kepada Hasan Al-Hudaibi untuk memimpin pertemuan dan menjabat sebagai mursyid am Ikhwanul muslimin, namun saat itu beliau menolak permintaan mereka, karena beliau menganggap saat pemilihan atas dirinya menjadi Mursyid oleh anggota lembaga pendiri hanya pada marhalah sirriyah dan tidak mewakili pendapat anggota Ikhwan lainnya, dan beliau meminta untuk memilih Ikhwan lain menjabat sebagai mursyid, namun para Ikhwan lainnya menolak permintaan tersebut dan meminta beliau untuk melanjutkan jabatannya sebagai mursyid Ikhwanul muslimin, akhirnya beliau menerima permintaan utusan para Ikhwan dan setelah itu beliau mulai mengurus pengunduran diri dari pekerjaannya untuk fokus pada jabatan barunya yaitu mursyid Am Ikhwanul muslimin.

Dan tepat pada tanggal 17 Oktober 1951 Hasan Al-Hudaibi resmi menjadi mursyid am jamaah Ikhwanul Muslimin. Dan setelah itu beliau melakukan jaulah ke berbagai tempat dan daerah yang terdapat di dalamnya anggota Ikhwanul Muslimin untuk menegaskan bahwa mereka mendukung keputusan tersebut. Dan akhirnya beliau mendapatkan kepastian tersebut…, bahkan semua anggota yang bertemu dengannya melakukan baiat kepadanya. Dan sebelum baiat beliau berkata: “Sebenarnya saya tahu, bahwa saya sedang menyerahkan diri pada kepemimpinan dakwah yang mengakibatkan syahidnya sang pionir, muassis dan mursyid pertama, berhadapan dengan ancaman pembunuhan, penyiksaan para pengikutnya, pengusiran di jalan Allah, mereka telah mendapatkan apa yang mereka harapkan, dan saya tidak yakin pada diri ini akan mampu melakukan dari apa yang ditinggalkan oleh sang imam dan membawa maslahat di dalamnya seperti imam Hasan Al-Banna, namun walau begitu saya akan berusaha menghadirkan dan melakukan sesuai dengan amanah dan keinginan para Ikhwan, menunaikan amanah untuk Allah SWT, tidak mencari dan berharap apapun kecuali ganjaran dan ridha Allah, dan saya tidak meminta pertolongan kepada siapapun kecuali pada kekuasaan dan kekuatan Allah SWT.

Sumbangan Hassan al-Hudaibi Buat Ikhwan
  • Dukungan beliau terhadap jamaah dan pembelaannya sangat besar sekali, bahkan kontribusi yang mulia beliau tampakkan ketika membeli rumah markas al-am (kantor pusat).
  • Menunjukkan amanah dakwahnya saat beliau marah terhadap kekejaman Zionis guna membela Palestina.
  • Memiliki jiwa perhatian terhadap keluarganya, dengan membentuk kantor cabang di desanya “Arab As-shawalihah” dan desa-desa yang berdekatan dengannya.
  • Dengan retorika dan metode khas beliau dan berpenampilan tenang dan penuh tawadhu mampu menghidupkan dakwah di daerah Syibin Al-Qanatir.
  • Beliau tidak pernah putus menjalin hubungan dengan imam syahid, dan bahkan beliau tidak pernah lepas dalam bertukar pikiran dan memberikan pendapat yang konstruktif pada setiap langkah dan sikap sebelum terjadinya pembunuhan dan setelahnya, bahkan beliau selalu ikut dalam jalasah yang diikuti oleh mukhlisin dan pejabat teras Ikhwanul Muslimin, yang sedang berjual melakukan pemetaan strategi dakwah untuk jamaah sebelum dan sesudah syahidnya Mursyid pertama.
  • Setelah beliau bergabung dengan dakwah, maka seluruh jiwanya, rumahnya, anak-anaknya, jabatannya, dan seluruh hartanya diserahkan untuk dakwah dan dibawah kendali dakwah.
  • Beliau adalah satu-satunya orang yang jujur dalam dakwah yang berasal dari kalangan kejaksaan sehingga beliau menjadi pionir dan satu-satunya orang yang mampu membersihkan kewibawaan jamaah, membersihkan kejaksaan dari pengaruh kedustaan dan kebohongan, yang sengaja dilakukan oleh pemerintah untuk mengubah kejaksaan dari kerja yang serius dan bertanggung jawab pada tindakan melakukan kezhaliman dengan berbagai tuduhan yang dibuat-buat.
  • Hasan Al-Hudaibi juga selalu mengikuti perkembangan berita Ikhwan, terutama setelah terbunuhnya imam Hasan Al-Banna, selalu membekali diri dengan nasihat-nasihat yang membuatnya memiliki kekuatan dan imunitas dari gelora kekejian pemerintah dan kekuasaan undang-undang, dan mampu melakukan banyak kebaikan menuju jalan yang pasti; yaitu melakukan penyatuan barisan, memberikan dukungan untuk tsabat dan tsiqah kepada Allah di antara para Ikhwan.
  • Beliau memiliki perhatian kepada keluarga Ikhwan yang ditangkap dan dipenjara.

Hasan al-Hudaibi Saat di Penjara

Mursyid memulai hidup barunya menjadi Mursyid Am Ikwahnul Muslimin berhadapan dengan berbagai ujian dan cobaan yang begitu keras; berbagai penangkapan, vonis hukuman penjara, bahkan menerima siksaan dan hukuman mati atasnya, yang kemudian berganti menjadi hukuman kerja paksa.

Pendapat Para Ulama Tentang Hassan al-Hudaibi

Saat memulai kehidupannya menjadi mursyid am kedua Ikhwanul Muslimin, beliau mulai mengalami kehidupan yang keras dan tidak pernah berhenti, beban yang berat dan ujian yang tidak pernah putus, cobaan terhadap jamaah terutama pemimpinnya terus berlanjut; dimasukkan di dalam penjara, disiksa, dijatuhi hukuman mati, kemudian di ganti dengan hukuman kerja paksa. Di tengah ujian tersebut beliau berkata:”Tegakkanlah daulah Islam di dalam hati-hati kalian, niscaya dia akan tegak di negeri kalian”. Pada kondisi yang mengenaskan berada dipenjara yang terisolir -sementara para Ikhwan yang lain dan termasuk anak-anaknya ikut disiksa dan dipecut – beliau memperkokoh jiwa mereka dan mengajak mereka untuk mempertahankan keimanan mereka.

DR. Ahmad Al-’Asal berkata tentangnya: “Beliau selalu menghadirkan kepada mereka untuk memiliki hati yang tsabat, dan jiwa yang tenang; dengan mengatakan di hadapan para pelaku penyiksaan: “Mereka adalah sebaik-baik pemuda Mesir, karena itu, jagalah mereka untuk menjadi saham bagi negerinya, cukuplah kalian mengambil dan memenjarakan diri saya dan melakukan apa yang kalian inginkan”.

Selama di penjara kesehatan beliau sering terganggu, sehingga harus dipindah ke rumah sakit, namun setelah itu hukuman terhadapnya tidak berhenti namun dikembalikan ke tempat semula untuk ikut merasakan penderitaan Ikhwan lainnya serta anak-anaknya. Beliau berkta: “Penjara adalah sebaik-baik tempat pengkondisian jiwa bukan sekadar tembok dan jeruji besi”. Ahmad Al-’Asal juga berkata: “saya tidak pernah lupa terhadap apa yang diceritakan beliau kepada kami, beliau meneteskan air mata saat bercerita tentang kondisi seorang Ikhwan yang miskin yang mendapatkan waktu berharga pada salah seorang Pasya saat dirinya membersihkan WC di tempat salah seorang terpidana, maka salah seorang dari teman-temannya berinisiatif memberikan uang atas amanah yang dikerjakannya dan kembali bekerja. Maka Ikhwan tersebut berdiri sambil menegakkan badannya berkata: “Sungguh saya ingin menambah pekerjaan ini sesuai dengan amanah, dan saya tidak menginginkan upah tersebut kecuali karena Allah, dan saya tidak butuh harta tersebut”. Kemudian Ustadz berkata: “Padahal saya tahu betul kondisinya, dirinya pasti membutuhkan harta tersebut, namun karena kesucian dan kebersihan dirinya, ia tidak mau menerima uang tersebut”. Kemudian air matanya meleleh kembali.

Ahmad Husain pemimpin pemuda Mesir berkata, kami dimasukkan di penjara perang pada bulan Maret tahun 1954, dan saya melihat Syeikh Hasan Al-Hudaibi ada di dalamnya bersama kami, dan ketika beliau berada sama saya, seakan saya melihat dirinya penuh dengan kemuliaan dan ketawadhuan, serta berinteraksi dengannya yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang, dan saya mengira bahwa kemuliaan yang besar ini baginya adalah kemuliaan bersama Ikhwanul Muslimin. Salah seorang wartawan bertanya kepada saya; apa pendapatmu terhadap Ikhwan pada perang di Palestina? Maka saya jawab bahwa hal tersebut merupakan fenomena yang sangat mulia; karena merekalah yang telah berhasil menyelamatkan tentara Mesir dari kekalahan, yaitu mereka berhasil melindungi pasukan terakhir saat mundur, dan hendaknya dunia mesti memahami, bahwa orang yang memerangi Ikhwan dengan besi dan api, telah melakukan perbuatan demi kepentingan syaitan, janganlah kalian mengira wahai saudaraku bahwa saya mengucapkan ini saat ini sah; karena saya telah meninggalkan Mesir sejak tahun 1955; dan terakhir kali saya bertemu dengan Abdul Nasher adalah karena terkait permasalahan ini. Kemudian dia berkata: “Bahwa syahid kalian dan syuhada Islam, sedang menikmati kenikmatan di sisi Tuhannya, dan kelak sejarah akan mencatat seperti Ibnu Hambal, yang menolak untuk disamakan atau dijauhkan terhadap apa yang dianggapnya benar”.

Buku-buku karangan beliau
  1. Duat la qudha'
  2. Inna hadzal Qur’an
  3. Al-islam wa ad-da’iyah, kumpulan tulisan yang disusun oleh As’ad Sayyid Ahmad
Teruskan membaca...

Labels:

'Umar Tilmithani

8:52 PM / Posted by kerul / comments (0)

'Umar Tilmithani
Mursyidul 'Am ke-3 Ikhwanul Muslimin
Pendahuluan

Di antara tanda-tanda estafet perjalanan dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah dipilihnya pemimpin yang mumpuni, memiliki karakteristik yang sesuai dengan masa dakwah saat itu, guna dapat merealisasikan kesinambungan dakwah Islam dan kemajuannya hingga terwujud janji Allah berupa kemenangan dan keteguhan.

Allah berfirman:
"Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik."
(An-Nuur, 24:55)

Ustadz Umar At-Tilmitsani merupakan sosok yang memiliki karakter yang fenomenal ini, teguh dalam membawa beban tanggung jawab dan amanah dakwah terutama pada masa dan kondisi sulit perjalanan dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun pada permulaan tahun 70-an abad 20 ini, sebelumnya beliau menghilang dan dipenjarakan dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun, seakan mereka menyadari kebenaran firman Allah SWT:
"(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertaqwa ada pahala yang besar"
(Ali Imran, 3:172)

Ustadz Umar At-Tilmitsani Dalam Kenangan

Nama lengkap beliau adalah Umar Abdul Fattah Abdul Qadir Mustafa At-Tilmitsani.

Lahir di jalan Husy dekat dengan Al-Ghoriyah bagian jalan merah di Kota Kairo, pada tanggal 4 November 1904, dan wafat pada hari Rabu tanggal 13 Ramadhan tahun 1406 H bertepatan dengan tanggal 22 Mei 1986 M pada umur mendekati 82 tahun.

Masuk dalam penjara pada tahun 1948 kemudian pada tahun 1954 dan pada tahun 1981, dan tidak ada ujian yang terus menimpanya kecuali membuatnya lebih tegar dan teguh keimanannya.

Beliau hidup di tengah keluarga yang berkecukupan dan rumah yang mewah dan luas, kakek dari bapaknya berasal dari desa Tilmitsani di Al-Jazair, datang ke kota Kairo menjadi seorang pedagang, dan Allah menganugrahkannya harta yang berlimpah, kemudian mengungsi kepada Al-Quran dan berpegang teguh kepadanya, serta memfokuskan diri pada Al-Quran dan melakukan tazkiyatun nafs dengan sungguh-sungguh dan gigih.

Pada usia 18 tahun beliau menikah, saat itu beliau masih duduk di bangku sekolah tingkat SMA, beliau begitu setia dengan istrinya hingga Allah memanggilnya pada tahun 1979 setelah mengaruniakan 4 orang anak; Abid, Abdul Fattah dan dua orang wanita.

Beliau berhasil mendapatkan predikat licence (Lc). pada Bidang hukum dan bekerja pada di bagian kehakiman (pengacara), yang kantornya terletak di daerah Syibin di Al-Qanatir, beliau gigih memperjuangkan hak-hak orang yang terzhalimi hingga pada tahun 1933 beliau berjumpa dengan Al-Imam Syahid Hasan Al-Banna di rumahnya kemudian berbait dan menjadi pengikut dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun, beliau termasuk orang yang pertama kali dari seorang pengacara yang masuk dalam dakwah yang penuh berkah ini.

Kisah Bai'ah Umar At-Tilmitsani

Beliau berkata, "Hubungan saya dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun dan dengan Imam syahid Al-Banna memiliki kisah yang mengesankan dari awal hingga akhir.

Pertama kali saya membuka kantor di Syibin Al-Qanatir saya tinggal di perkampungan At-Tilmitsani, dan ketika itu hari Jum’at awal tahun 1933 saya duduk-duduk bersama keluarga di taman bunga hingga seorang penduduk desa menghampiri saya dan berkata: ada dua orang afandih (sebutan orang yang belum dikenal) ingin bertemu denganmu, maka sekejap aku tinggalkan istri dan anak-anakku dan aku persilakan keduanya untuk datang, dan yang datang adalah dua orang pemuda; salah seorang di antara keduanya bernama Izzah Ahmad Hasan pembantu salkhonah di Syibin Al-Qanatir, dan yang lainnya bernama Muhammad Abdul ‘Aal, seorang penjaga/pegawai stasiun kereta api di daerah Delta di persimpangan daerah Abu Zaghbal.

Setelah dipersilakan dan keduanya minum kopi dan teh dan bercerita maksud kedatangannya, beberapa saat saya diam lalu salah seorang di antara mereka berkata: Apa yang harus kita lakukan? Dia menyampaikan pertanyaan dan aku menganggapnya sebagai urusan tanpa arti, lalu saya berkata kepada keduanya sambil mengejek: apa untungnya dengan urusan ini! Namun jawaban ejekan saya tidak dihiraukan dan tidak memberikan pengaruh pada keduanya bahkan bertanya kembali seperti pertanyaannya semula, dia berkata: di sana ada sesuatu yang lebih penting dari yang membutuhkan tarbiyah seperti Anda. Saya berkata: saya masih tidak serius untuk menjawabnya: apa ada sesuatu yang membuat saya butuh tarbiyah? Mereka berkata: Umat Islam telah jauh dari agama mereka, hingga pemimpin mereka menguasai umat dan negara mereka sehingga tidak memiliki kekuatan sedikit pun.

Saya berkata: Apa urusan saya dengan itu semua? Di sana ada pemerintahan dan Universitas Al-Azhar dengan sekularisasinya yang memiliki tanggung jawab masalah ini.

Dia berkata: sesungguhnya negara-negara Islam saat ini seakan tidak merasakan eksistensinya. Apakah Anda rela diundang oleh ulama besar pada malam lailatul qadar setiap bulan Ramadhan sambil buka bersama dan duduk bersama satu meja dengan jenderal Sami yang berkewarganegaraan inggris, dan di samping setiap ulama duduk wanita inggris dengan memakai perhiasannya dan pakaian setengah telanjang? Saya berkata: sudah pasti saya tidak rela. Namun apa yang bisa saya lakukan? Dia berkata: sesungguhnya saat ini andai tidak sendirian, di Kairo ada sekelompok (jamaah) Islam, yang memiliki pemahaman universal bernama jamaah al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin oleh seorang guru SD bernama Hasan Al-Banna, kami akan merencanakan waktu agar Anda dapat bertemu dengannya, mengenal apa yang diserukannya dan apa yang ingin diwujudkannya.

Setelah itu bergemuruhlah kecemburuan agama saya dan terus berkecamuk dalam jiwa saya, sayapun terus dihantui perasaan bosan dengan kondisi selama ini dan akhirnya saya sepakat untuk bertemu dengan orang yang disebut tadi, keduanya pun pergi tanpa saya berjumpa dengan keduanya setelah itu, dan saya ketahui dari keduanya sebelum pergi bahwa keduanya membawa misi penting setiap Jum’at pagi setelah shalat fajar.

Sekalipun ada perbedaan antara seseorang yang menjaga kehormatannya dan seseorang yang sedang menyeru untuk beramal dan berjihad di jalan Allah. Namun berhak baginya merasa untuk heran dan kagum terhadap penampilan saya yang menunjukkan kemakmuran secara sempurna, tidak merasa terbebani dengan amal di jalan Allah; perkara yang membutuhkan banyak perubahan menuju kehidupan yang sederhana dan tidak terjerumus pada kehidupan glamour dengan meninggalkan segala kenikmatan yang dicapai selama ini.

Sekalipun fenomena yang tidak banyak memberikan ketenangan, orang tersebut telah banyak bercerita tentang dakwah, sejak awal dan akhir yang diinginkan adalah tuntutan penerapan syariat Allah, mengarahkan umat dan memberikan peringatan kepada mereka akan hakikat ini, dan kebaikan tidak akan terwujud kecuali dengan jalan tersebut.

Bahwa perubahan antara undang-undang konvensional kepada undang-undang Islam adalah suatu keniscayaan menuju proyek besar tanpa kekerasan dan teror.

Imam Syahid juga menjelaskan –dalam pertemuan pertama kami- akan tujuan dan misi dakwah serta sarana-sarananya, beliau menyampaikan dengan penuh kejujuran dan ketulusan, menyampaikan rasa sedihnya terhadap kondisi yang menimpa umat Islam di segala penjuru dunia, dan kehinaan yang menyelimuti umat Islam dan berusaha menghilangkan khilafah Islamiyah, jika sebagian para pemimpin melakukan kerusakan dan penyimpangan maka bukan berarti khilafah tersebut yang jelek atau menyimpang, siapa pun mengakui akan hal tersebut; karena teori berbeda dengan penerapan.

Setelah dialog panjang selesai, kembali beliau bertanya kepadaku: Apakah Anda puas? Setelah saya menjawabnya beliau segera berkata kepadaku: jangan dijawab sekarang, di hadapanmu ada satu minggu untuk merenungkan jawabannya, saya tidak mengajakmu pada minggu depan untuk baiat, jika Anda merasa terganggu cukup bagi kita menjadi sahabat dalam al-Ikhwan Al-Muslimun.

Ada orang yang ikut dalam pertemuan itu dan selintas ada pembicaraan dari yang aku dengar tentang baiat, maka ketika lewat satu minggu, saya hadir tepat waktu dan berbaiat kepadanya sambil bertawakal kepada Allah. Saya merasa ini adalah kebahagiaan yang sangat besar dalam hidupku menjadi bagian dari jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun sejak berdirinya selama lebih dari setengah abad, mendapatkan hidayah di jalan Allah dari apa yang aku dapatkan, dan berharap ganjaran dari sisi Allah, dan ikhlas karena Allah.

Demikianlah kisah perjumpaan saya dengan imam Syahid Hasan Al-Banna dan Al-Ikhwan Al-Muslimun, tidak menjanjikan dunia dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya, kekayaan dan kemegahannya, wangi bunga dan keindahannya, namun secara gamblang disampaikan bahwa jalan dakwah ini penuh dengan onak dan duri, keletihan dan kepayahan, bagi yang menerimanya dengan bashirah (kesadaran yang tinggi), tidak akan mencela siapa pun maka tiada seorang pun yang dapat menipunya.

Demikianlah saat mereka mau menerimanya dengan penuh kerelaan, Allah akan menyatukan antara hati mereka, hingga umat yang lain takjub akan kuatnya ikatan yang menyatukan hati para ikhwah seluruhnya; bahkan di antara mereka ada yang berkata: jika ada salah seorang ikhwah yang bersin di Alexandria maka akan diucapkan doa "Yarhamukallah" oleh ikhwah yang ada di Aswan. Dan saya katakan: sekiranya seorang ikhwah di Eropa menginginkan sesuatu maka akan ada yang mewujudkannya oleh ikhwah yang ada di Kanada selama itu memungkinkan dan selama perkara tersebut tidak membuat Allah Murka.

Umar At-Tilmitsani; Antara Harta Dan Dakwah

Beliau bercerita: Ketika saya berjumpa dengan salah seorang pembesar di kementerian Mesir –saat ini beliau -Hasan Al-Banna- masih hidup- pada masa pemerintahan presiden Anwar Sadat untuk bekerja sama secara khusus, setelah bertukar pikiran, beliau mengutarakan sisi hartanya, dan yang mengagetkan saya adalah ucapan beliau bahwa negara banyak memberikan dana pada seluruh media masa dan majalah-majalah di Mesir, begitu pun majalah dakwah seperti majalah Islam yang paling berhak mendapatkan dukungan dana tersebut, saya memahami apa yang diinginkan orang tersebut, maka saya pun menahan diri dan saya jawab dengan bahasa umum: Ya Syaikh, ucapkan shalawat atas nabi, gak wajar Anda berbicara seperti itu, akhirnya pertemuan berakhir dan saya pun berpisah dengannya.

Suatu hari salah satu penerbit majalah agama yang sampai saat ini masih terbit mengundang saya menghadiri nadwah agama yang diselenggarakan oleh kantor majalah tersebut…saat dialog saya izin ke wc, dan ketika keluar dari wc saya dapati salah seorang dari pegawai majalah memberikan kertas dan meminta saya untuk memberikan tanda tangan. Saya berkata kepadanya: Apa ini? Dan Kenapa? Dia berkata: upah kehadiran Anda pada nadwah ini. Saya berkata: sekiranya saya tahu bahwa dakwah kepada Allah ada upahnya saya tidak akan datang. Dia berkata: Sekadar pengganti transport dan letih…saya berkata: saya punya mobil yang dipersiapkan khusus dari ikhwah untuk permasalahan seperti ini. Dia berkata: tapi yang lain telah mengambilnya. Saya berkata: saya bukan mereka, saya adalah orang yang berada di pintu Allah, lalu saya pergi tanpa mengambil dan memberikan tanda tangan.

Suatu kali ketika saya menunaikan ibadah haji, saat di kota Jeddah seseorang menemui saya al-akh (M.S), saat ini masih hidup-semoga Allah memanjangkan umurnya- dan berkata: salah seorang pembesar ingin bertemu dengan saya walaupun bukan dari keluarga raja Saudi namun masih memiliki hubungan keluarga, maka saya pun menyambutnya dan berharap ada kebaikan di dalamnya, lalu ditentukanlah waktunya, lalu saya pergi 5 menit sebelum waktu yang ditentukan, dan ketika tiba waktunya pembesar tersebut memanggil sekretarisnya dan dia pun mempersilakan saya untuk masuk, di dalamnya salah seorang anak dari Al-Marhum raja Faisal bin Abdul Aziz keluarga Saudi ada bersamanya, namun orang tersebut tidak berkutik sedikit pun dari tempatnya; hingga saya berada berhadapan dengan kursinya, lalu dia berdiri, dan kelihatannya dia melakukan itu karena terpaksa, lalu dia mengucapkan salam, pada saat itu saya memakai sendal dan baju jalabiyah warna putih yang sudah agak buram warnanya.

Lalu pembesar itupun duduk dan berbicara tentang masalah dakwah Islam, kemudian mengeluarkan majalah dakwah yang tidak dikeluarkan lagi setelahnya saat itu. Dan berkata: sesungguhnya dia berkeinginan memberikan bantuan, saya pun memahami akan tujuannya, dan berkata sambil memutus ucapannya: yang mulia Anda meminta saya untuk berjumpa sebagai dai bukan sebagai pemutus perkara, sekiranya saya tahu Anda akan berbicara kepada saya tentang masalah yang sedang Anda alami maka saya mohon maaf untuk tidak memenuhi undangan ini, karena itu izinkan saya untuk pergi, maka orang tersebut tampak marah dengan sikap saya. dan Beliau berkata: saya tidak bermaksud dari apa yang Anda kira, namun saya sebagai seorang muslim ingin membantu amal dakwah dan sungguh benar sabda Rasulullah saw yang maknanya: "Dan berikanlah kepada siapa yang kamu inginkan sehingga kamu menjadi pemimpinnya".

Setelah selesai dia keluar sementara pembesar lainnya masih bersama saya; hingga dia mengantarkan saya menuju tangga, keduanya tidak pergi kecuali setelah saya turun dari tangga tersebut.

Saya juga ingat ketika saya pergi ke salah satu negara Arab untuk menghadiri acara pembukaan musim kebudayaan, setelah saya berbicara pada 10 tempat, salah seorang dari panitia menghampiri saya, dan di tangannya ada amplop yang berisi uang 25000 Dirham. Saya berkata kepadanya: Apa ini? Orang itu mengira saya menganggap jumlah tersebut terlalu sedikit. Dia berkata: selain Anda, ada yang mengambil uang setengah dari jumlah ini. Saya berkata kepadanya: sesungguhnya Anda berada pada suatu lembah dan saya berada pada lembah lain. Saya tidak akan mengambil uang itu karena saya menyampaikan ceramah di jalan Allah, jika uang tersebut harus dibayarkan maka masukkan saja ke rekening bank para mujahid Afganistan yang mulia.

Ketika salah satu surat kabar meminta saya menulis dan memberinya upah, saya menolak; karena saya bukanlah seorang wartawan, dan sekalipun benar atau salah maka lebih pokok adalah ceramah dakwah tanpa ada upah, karena itulah mereka akan mendapatkan kehormatan, dan menganggap bahwa ucapan yang disampaikan adalah karena Allah, Allah berada di belakang berbagai niat dan maksud.

Sifat-Sifat Yang Harus Dimiliki Seorang Dai Atau Murabbi

Ustadz Umar At-Tilmitsani banyak meninggalkan kenangan yang baik, terutama bagi siapa yang mengenalnya atau berkomunikasi dan berhubungan dengannya; oleh karena kebersihan jiwanya, ketulusan hati dan hidupnya, kebaikan ucapannya, keindahan bicaranya, keindahan penampilannya dan kesopanannya dalam dialog dan debatnya.

Beliau bercerita tentang kehidupannya, "Saya tidak pernah mengenal kekerasan dalam akhlaq saya, tidak berambisi mengalahkan dan mematahkan orang lain, karena saya tidak melihat seseorang sebagai musuh, ya Allah kecuali yang demikian itu untuk mempertahankan kebenaran, atau dalam dakwah untuk beramal pada Kitabullah, dan permusuhan tersebut dari pihak mereka bukan dari pihak saya…saya telah berjanji pada diri saya untuk tidak melakukan kezhaliman pada orang lain walaupun hanya dengan ucapan; sekalipun saya berada di hadapan rival politik atau sekalipun mereka menyakiti saya…karena itulah belum pernah ada antara aku dan orang lain permusuhan terhadap masalah pribadi".

Beliau sangat pemalu, tidak pernah ada orang lain melihatnya sambil mengangkat kepalanya. Pada saat duduk, berdialog selalu ada perasaan bahwa peristiwa yang keras dan panjang dalam kegelapan penjara telah membuatnya lemah; sehingga dia tidak pernah meninggalkan tempat tanpa ada bekas yang orang lain dapat mengimaninya, beliau berada di balik jeruji besi selam 17 tahun, beliau masuk penjara pada tahun 1948, kemudian pada tahun 1954, dan kemudian pada tahun 1981, dan semua ujian tersebut tidak membuatnya gentar kecuali bertambah keteguhan dan ketabahannya pada agama Allah.

Dalam dialog bersama majalah Saudi "al-Yamamah" tanggal 14-1-1982 beliau berkata, "Sesungguhnya kebiasaan yang ada dalam kehidupan saya adalah saya tidak suka dengan kekerasan apapun bentuknya, ini bukanlah sikap politik saja namun sikap pribadi yang erat dalam jiwa, walaupun saya dizhalimi namun tidak serta merta saya pindah kepada kekerasan, bisa saja saya menggunakan kekuatan untuk mencapai perubahan namun selamanya saya tidak akan pindah pada kekerasan".

Beberapa Sikap Umar At-Tilmitsani

Ketika Ustadz Umar At-Tilmitsani berada di dalam penjara, beliau pernah diundang pada acara nadwah dan pertemuan para pemuda yang direncanakan oleh aparatur negara, kami bersepakat untuk mengulangi kembali nadwah tersebut dan saat itu dirinya ada permasalahan, namun apa yang dimiliki Allah pasti akan kekal dan bersambung, maka sang mursyid pun menjelaskan duduk perkaranya di hadapan para ikhwah, ada yang mendukung dan ada yang menentang namun akhirnya disepakati.

Suatu hari Ustadz Umar pergi dan berbicara dengan seorang pemuda selama dua jam dengan perbedaan latar belakang namun pertemuan itu berakhir dengan menakjubkan, pemuda tersebut menyalami mursyid, memeluk dan mencium kedua tangannya, mengucapkan terimakasih atas nasihatnya dan terbukalah pintunya. Yang demikian tentunya merupakan taufik dari Allah, namun aparat negara memutus hubungan mereka selamanya, seperti angin yang datang dengan membawa sesuatu yang tidak disukai oleh para nelayan.

Ustadz Umar At-Tilmitsani rahimahullah berkata: Imam Syahid pernah memanggil saya untuk pergi bersamanya dalam suatu perjalanan, di dalam kereta api beliau bertanya kepada saya: Apakah perjalanan ini dengan biayamu atau biaya kita? Jika saya ingin merasa lega dari lelahnya perjalanan yang jauh ini, saya katakan: perjalanan atas biaya aku, dan diberikan tiket kelas dua, namun jika saku dalam keadaan kempis maka aku akan katakan: perjalanan ini atas biaya Anda, maka dia akan memberikan tiket kelas 3.

Lalu aku duduk sementara kepalaku berada di bawah; agar tidak seorang pun yang aku kenal melihat saya, sementara saya duduk di kelas tiga, sementara al-Ustadz tersenyum melihat tingkah saya, sehingga setelah lama saya berada dalam jamaah Ikhwan saya merasa naik kereta kelas tiga seperti mengendarai kereta kelas satu tanpa ada rasa canggung atau malu.

Ustadz Umar At-Tilmitsani rahimahullah juga bercerita: ketika aku pergi bersama al-imam syahid menuju Syibin al-Koum untuk menghadiri acara pernikahan salah seorang ikhwah, setelah shalat Isya saya melihat para ikhwah duduk seperti yang lainnya di hamparan, lalu datanglah makanan dengan telor goreng, keju yang sudah lama, maka saya dekatkan diri saya ke telinganya sambil berbisik; apakah Anda membawa saya kemari untuk membuat saya kelaparan?! Beliau sambil berbisik berkata: diamlah sejenak niscaya Allah akan menutupimu, lalu datanglah seseorang dengan membawa daging goreng dan anggur.

Ketika ustadz Umar At-Tilmitsani dilepaskan dari penjara pada bulan Juni 1971 datang kepadanya seorang tentara berpangkat jenderal, dan berkata kepadanya: Anda telah dibebaskan…maka kumpulkan keperluan Anda untuk keluar, waktu itu tepat shalat Isya, maka beliau pun berkata kepada jenderal tersebut: Bolehkah saya menginap di sini satu malam saja, dan nanti saya akan keluar besok pagi, kerena saya sudah lupa jalan-jalan di kota Kairo.

Jenderal itupun kaget dan berkata: Apa yang kamu katakan? Apa kamu tidak merasa sempit di dalam penjara ini dan ingin keluar darinya secepatnya? Dia berkata: lebih baik saya tinggal disini malam ini lalu keluar besok pagi.

Dia berkata: ini adalah tanggungjawab yang saya tidak mau menanggungnya, silakan keluar dari penjara, dan tidur di depan pintu kapan saja kamu suka, maka aku pun meminta taksi dan dia menghadirkannya, lalu al-ustadz kembali ke rumahnya dan berkata: sungguh saya heran saat saya bertemu dengan keluarga dan kerabat saya tidak merasakan perubahan yang besar dalam jiwa saya, seakan saya tidak berpisah dengan mereka kemarin, apa rahasianya di sini? Saya pun tidak mengetahui!!

Salah seorang kontributor di London mengajukan pertanyaan kepada saya: Kenapa Anda lari dari pertanyaan yang gamblang tersebut? Beliau menjawab: sesungguhnya lari itu bukan bagian dari sifatku, namun kebiasaanku membuat aku acuh terhadap kritikan pemerintahanku diluar negeri, saya tidak mau mengecam sementara saya berada di luar, namun saya lebih suka menyampaikannya langsung di dalam Mesir, ini adalah prinsip bukan politik".

Dalam salah satu nadwah yang diselenggarakan oleh para wartawan negara Emirat bersama dengan Ustadz Umar At-Tilmitsani tahun 1982 setelah terjadi penangkapan besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintahan Anwar Sadat, salah seorang wartawan mengajukan pertanyaan: Apa pendapat Anda terhadap pemerintahan Mesir dan perjanjian Camp David?

Ustadz menjawab: Saya lebih suka mengajukan pandangan penanya karena saya datang kemari bukan untuk mencela pemerintah kami, pendapat kami begitu jelas dan gamblang terdapat dalam media masa dan majalah-majalah di Mesir. Kami telah belajar dari Islam dengan jelas untuk menjaga kebersihan lisan. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, "Bukanlah orang yang beriman, orang yang suka mencela, melaknat, berkata kotor dan keji".

Selamat Tinggal Ustadz

Allah telah memanggil beliau pada hari Rabu tanggal 13 Ramadhan tahun 1406 H bertepatan dengan tanggal 22 Mei 1986, beliau wafat di Rumah sakit oleh karena sakit yang menimpanya pada usia 82 tahun, beliau dishalatkan di masjid Umar Mahram di Kairo, dan orang yang mengiringi jenazahnya begitu banyak hingga mencapai seper empat juta jiwa –ada yang mengatakan setengah juta jiwa, dari rakyat Mesir dan para utusan yang datang dari luar Mesir.

Mesir belum pernah menyaksikan selama setengah abad terakhir para pelayat yang mengiringi jenazah seperti saat meninggalnya ustadz Umar At-Tilmitsani, dengan kebesarannya, kemuliaannya, ketulusannya dalam hidupnya selama di dunia.

Kami tidak bisa melupakan pandangan para pemuda yang berumur belum mencapai 20 tahun dan ada yang lebih…mereka datang dari kota dan desa ikut menyertai jenazah beliau, mereka berjalan tanpa alas kaki di belakang mobil yang membawa jenazah, air mata mereka menetes membasahi wajah mereka, menangisi meninggalnya seorang dai, seorang pemimpin, seorang pengayom, seorang mursyid dan simbol sejati umat Islam.

Beliau adalah seorang pembawa bendera dakwah Islam tingkat dunia, yang dalam kurun selama 10 tahun terakhir mampu mengembalikan harakah Islam modern –terutama jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun- dengan kebersihan, kesucian dan keramahannya pada jati dirinya, mampu menolak segala tuduhan dan racun yang dihadapkan kepadanya, tuduhan-tuduhan batil yang dilekatkan kepadanya, bahkan pada segala kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh para durjana, selama sepertiga abad terakhir, sehingga pada akhirnya hati para musuh menjadi lunak dan luluh dan kemudian menjadi kawan.

Ustadz Umar At-Tilmitsani rahimahullah dengan akhlaqnya, hidupnya yang sederhana, budi pekertinya yang mulia, kelembutannya, kejujurannya, keikhlasannya, kesuciannya, keterusterangannya, keberaniannya, ketawadhuannya, kesemangatannya, kegigihannya dan kebijaksanaannya mampu mewujudkan jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun keberadaannya (eksistensinya) secara pasti dan realistis, mengembalikan perannya dalam kancah politik hingga pada tingkat nasional (Mesir), dunia Arab dan internasional.

Sang mujahid Umar Tilimsani wafat, sementara rakyat Mesir berkata: Ya untuk Al-Ikhwan Al-Muslimun!!

Kemudian pemerintah pun mulai menampakkan ketsiqahannya terhadap Al-Ikhwan Al-Muslimun, ehingga ikut serta dalam mengusung jasad beliau, dihadiri oleh perdana menteri, syaikhul Azhar, anggota Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah dan ketua DPR Mesir, sebagian pemimpin PLO Palestina, sebagian besar rakyat Mesir dan umat Islam dan para pembesar dari kalangan diplomat; Arab dan Islam.

Bahkan hingga gereja Mesir berkata: Ya untuk Al-Ikhwan Al-Muslimun, lalu ikut serta dalam mengusung mayat yang diwakili oleh Pendeta Namr Erius.

Akhirnya gereja menafikan ucapannya yang keji dan menyebarkan fitnah terhadap Al-Ikhwan Al-Muslimun bahwa Al-Ikhwan Al-Muslimun bertentangan dengan persatuan dan kesatuan bangsa!!

Dan sambil malu-malu kalangan pers berkata: Ya untuk Al-Ikhwan Al-Muslimun, lalu menyebarkan berita wafatnya sang maestro Al-Ikhwan Al-Muslimun dan memujinya, bahkan sang pemimpin surat kabar akhbar al-yaum Ibrahim Sa’adih berkata: Umar Tilimsani wafat, suasana aman; bagi jamaah, bangsa, bahkan negara!!

Golongan kiri Mesir juga berkata: Ya untuk Al-Ikhwan Al-Muslimun…hingga mereka ikut hadir mengusung mayat Umar At-Tilmitsani!!

Radio Amerika juga berkata: Jenazah ini memberikan kekuatan dan semangat aliran Islam di Mesir khususnya, karena kebanyakan yang hadir dalam mengusung mayat adalah para pemuda.

Majalah Kirinz International terbitan tanggal 1-6-1986 menulis berita: dengan wafatnya Umar Tilimsani gerakan Islam kehilangan sosok pemimpin yang gigih bekerja dan kepribadiannya akan selalu dikenang sepanjang masa.

Buku-buku karangan Ustadz Umat At-Tilmitsani

Dzikrayat la Mudzakarat, Syahid al-Mihrab, Hasan Al-Banna al-mulihim al-mauhub, Ba’dhu Ma Allamani Al-Ikhwan, Fi Riyadhi tauhid, Al-Makhroj al-Islami min Al-Ma’zaq as-siyasi, Al-Islam wal hukumah Ad-diniyah, Al-Islam wa Nazhrotuhu as-samiyah lil mar’ah, Qola an-Naas walam Aqul fi Ahdi Abdun Nasir, Min sifatil abidin, Ya Hukkaam Al-Muslimin.. Ala Takhafunallah? La nakhafu al-Islam walakin, Al-Islam wal hayah, Haula Risalah Nahwa Nuur, Min Fiqh al-I’lam al-Islami, Ayyam ma’a Sadat, Aaro fi Addin wa as-siyasah.

Sumber: www.al-ikhwan.net Teruskan membaca...

Labels:

Muhammad Hamid Abu Nasr

8:37 PM / Posted by kerul / comments (0)


Muhammad Hamid Abu Nasr
Mursyidul 'Am ke-4 Ikhwanul Muslimin

Kehidupannya

Muhammad Hamid Abu An-Nasr, lahir pada tanggal 25 Maret 1913, di kota Manfaluth, propinsi Asyuth, Mesir. Sebuah daerah yang tumbuh di dalamnya Muhammad Hamid Abu An-Nasr, yang didirikan oleh kakeknya yang bernama Abu An-Nasr; seorang yang alim, Azahriy (ulama al-Azhar), penyair dan penulis dan merupakan salah satu pencetus kebangkitan kesusasteraan di Mesir di era Khadiwi Ismail, ikut juga berpartisipasi dalam penyusunan revolusi Arab, dan akhirnya Al-khadiwi Taufiq memutuskan untuk menentukan tempat tinggalnya di Manfelot , namun kemudian disingkirkan dengan cara diracun dan pada akhirnya meninggal pada akhir 1880.

Muhammad Hamid Abu Nasr hidup dalam keluarga yang kuat dengan kehidupan agama, sastra, dan politik. Dan hal tersebut diterjemahkan dalam partisipasinya mendirikan asosiasi keagamaan, dan forum kesusasteraan dan berpartisipasi dalam sistem politik; sehingga beliau dipercaya menjabat sebagai Amin mali (bendahara) Asosiasi Pemuda Islam, dan Ketua Asosiasi Reformasi Sosial Masyarakat dan anggota Komite Sentral delegasi di Manfelot.

Pada tahun 1933 menerima sertifikat kompetensi, dan menjadi anggota dari Asosisasi Reformasi Sosial Masyarakat di Manfalout tahun 1932, dan anggota dari Syubbanul Muslimin tahun 1933, dan Pada 1934 - 1935 M melallui temannya al-marhum ustadz Mohamed Abdul Dayem mendapat kabar bahwa mursyid pertama Ikhwanul Muslimin Hassan al-Banna akan berkunjung ke Jam’iyyah Syubbanul Muslimin di Asyuth, lalu beliau berbicara melalui telepon dengannya dan memintanya untuk untuk mengunjungi Manfalut untuk menyampaikan pidatonya disana. Dan setelah menyampaikan pidatonya mereka bertemu dan berdikusi bagaimana caranya mengembalikan umat Islam kepada Islam yang benar, dan saat itu beliau berkata kepada Imam Hasan Al-Banna berkata; namun hal ini bukanlah cara yang tepat untuk mengembalikan umat Islam pada masa keemasan dan kemuliaan masa lalu, beliau -Hasan Al-Banna- berkata kepadanya: jadi menurutmu bagaimana? Dan pada saat itu Muhammad Hamid Abu Nashr, berkata:” Saya pada waktu itu sangat berjiwa muda, dan senjata tidak pernah lepas dari saya seperti dalam menyambut pengunjung yang mulia yang saya cintai sebelum saya melihatnya. Saya berkata kepadanya: jadi satu-satunya cara untuk kembali kepada kemuliaan umat seperti masa lalu adalah ini… saya menunjukkan kepadanya senjata. Lalu beliau beliau turun dari tempat tidurnya seakan mendapatkan jawabannya, dan mendapatkan apa yang diinginkan, dan beliau berkata kepada saya: kemudian apa lagi? … bicaralah… lalu saya mendapatkan ucapan sebagai jawaban darinya dengan jelas, sambil mengeluarkan mushaf dari kopernya. Beliau berkata: apakah kamu mau berjanji dengan dua ini; mushaf dan senjata? Saya berkata: ya, dengan penuh kekuatan dan perasaan… dan saya tidak mensifatinya, kecuali karena karunia Allah yang berlimpah, dan kebahagiaan yang abadi yang di inginkan Allah melalui ilmu-Nya. Dan setelah selesai berbaiat dengan bentuk seperti tadi. Secara santai imam Hasan Al-Banna berkata: selamat, semoga Allah memberkahi, inilah awal kemenanganmu”.

Dakwah beliau
  1. Ustadz Muhammad Hamid bertemu dengan imam Syahid Hasan Al-Banna, pendiri dakwah Ikhwanul Muslimin di akhir tahun 1933, dan membaiatnya untuk bekerja di jalan Allah di bawah bendera dakwah yang penuh berkah ini.
  2. Ustadz Muhammad Hamid adalah orang yang pertama kali bergabung pada barisan dakwah Ikhwanul Muslimin di daerah perkampungan Mesir.
  3. Menjadi ketua cabang di Manfaluth hingga menjadi anggota dalam lembaga pendiri (majelis syura), kemudian setelah itu menjadi anggota maktab Irsyad umum jamaah.
  4. Menghadapi penangkapan dan penjara serta dijatuhi hukuman pada tahun 1954 dengan hukuman kerja paksa selama 25 tahun, dan berlalu hukuman padanya 20 tahun di penjara Mesir dalam keadaan tegar dan kuat tidak pernah luntur dan gentar dalam berdakwah dan tidak pernah lunak walau terus berhadapan dengan rintangan, cobaan dan fitnah, sehingga beliau keluar dari penjara pada tahun 1974 untuk melanjutkan kontribusi dan jihadnya untuk meninggikan bendera Islam.
  5. Beliau terus melakukan dakwah dan kepemimpinannya hingga beliau diangkat menjadi mursyid am Ikhwanul muslimin menggantikan ustadz Umar At-Tilimsani pada tahun 1986.
Ustadz Muhammad Hamid adalah orang pertama yang selalu menemani pendiri jamaah Ikhwanul Muslimin, dan menjadi penopang harakah pada tahun 30-an, hidup bersamanya dalam penuh ujian bahkan berbagai rintangan dengan penuh kesabaran dan ikhlas, tidak pernah luntur azimahnya walau harus hidup di penjara, dan tidak pernah melemah walau harus berhadapan dengan kerasnya fitnah dan cobaan, sehingga beliau menjadi qudwah dalam keikhlasan dan kejujuran iman.


Beliau memenuhi janjinya dalam berbaiat, bersungguh-sungguh dalam ide dan pikirannya, membawa dengan gigih amanah risalah sekalipun telah berumur 80 an tahun..

Salah seorang penulis Islam berkata: “Saya melihatnya beliau adalah sosok yang memiliki fanatisme keimanan, berjiwa dan semangat muda, berani seperti pahlawan, bijaksana laksana syeikh, kaya akan pengalaman, penuh dengan cahaya iman, memiliki kasih sayang laksana orang tua, kecintaan laksana seorang al-akh, interaksi yang jujur laksana seorang sahabat, memiliki bimbingan laksana seorang guru, kebaikan yang memberikan teladan, keikhlasan sang murabbi, selalu memberi dengan penuh wibawa dan kharisma, akhlaq yang mulia, seakan sosok yang memiliki kesempurnaan, tampak pada wajahnya menghadapi kegamangan dakwah dengan penuh kesungguhan dan optimisme, dengan akhlaq yang mulia, penuh kasih sayang, cinta, wibawa, dermawan, ikhlas dan kebapakan”.

Beliau adalah saksi sejarah pada masanya yang secara sempurna menceritakan peristiwa dan kejadian yang dialami, dan bagaimana berpegang teguh pada dakwah di tengah masyarakat dan politik terakhir kali hingga masuk pada dewan kota dan desa, di bawah kehidupan parlemen, hidup pada masa yang penuh tipu daya, fitnah, mengada-ada dan penuh rekayasa, berhadapan dengan vonis dan tuduhan-tuduhan lainnya. Beliau adalah teladan dalam berbagai sikap walau tubuhnya semakin melemah oleh karena banyaknya ujian, siksaan dan usia, hingga akhirnya beliau kembali kepada yang Maha Kuasa, bertemu dengan Rabb-nya setelah memberikan pengorbanan dengan jiwa dan ruh dengan penuh jihad, gigih, sabar dan memenuhi janji dalam dakwah.

Ikhwan Pada Masa Kepemimpinannya

Jamaah Ikhwanul Muslimin di bawah kepemimpinan ustadz Muhammad Hamid berhadapan dengan banyak peristiwa terutama dalam kancah politik, secara kongkret pada masa beliau tokoh-tokoh yang muncul dalam pemilihan persatuan profesi, club-club pendidikan pada universitas dan lembaga-lembaga sosial lainnya.

Jamaah Ikhwanul Muslimin pada masa kepemimpinannya ikut turun dalam pemilu anggota dewan tahun 1987 dan berkoalisi dengan partai al-amal dan al-ahrar, sehingga berhasil memasukkan 36 orang anggota Ikhwan menjadi anggota parlemen. Dan untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Ikhwanul Muslimin masuk ke DPR dan menjadi pemimpin oposisi dalam bentuk yang kongkret, sebagaimana saat itu jamaah ikut dalam melakukan perbaikan majelis syura pada tahun 1989, dan mengikuti pemilu parlemen pada tahun 1990 dan bersama-sama ikut menjadi oposisi dengan partai-partai lain dalam menentang terus diterapkannya undang-undang darurat dan tidak adanya jaminan yang cukup untuk dilangsungkannya pemilu yang bersih… dan pada tahun 1992 jamaah Ikhwanul Muslimin juga ikut dalam pilkada yang ada di Mesir.

Dan pada tahun 1993 pemimpin jamaah menolak pengangkatan presiden Husni Mubarak untuk yang ketiga kalinya sehingga membuat marah pemerintah saat itu, dan memasukkan 82 orang dari pimpinan Ikhwanul Muslimin pada daftar yang akan diajukan ke mahkamah militer pada tahun 1995, dan menjatuhkan hukuman penjara terhadap 54 orang dari mereka dalam persidangan ilegal. Kemudian Ikhwanul muslimin juga ikut dalam pemilihan majelis syura (MPR) yang dilaksanakan pada tahun 1995.

Aktivitas politiknya

Abu An-Nasr pada awal kehidupannya telah ikut serta dalam amal sosial dan amal-amal Islami lainnya, sehingga beliau dapat mencapai berbagai jabatan penting, seperti sebagai:
  1. Anggota dalam jam’iyah Islah ijtima’i di Manfaluth, tahun 1932
  2. Anggota jam’iyah syubbanul muslimin, tahun 1933
  3. Anggota jamaah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1934
  4. Anggota maktab irsyad jamaah Ikhwanul Muslimin.
  5. Mursyid am Ikhwanul Muslimin setelah meninggalnya Umar At-Tilimsani, tahun 1986

Berada dalam penjara

Abu Hamid Abu An-Nasr bersama dengan kawan-kawannya dari maktab Irsyad serta yang lainnya dari anggota jamaah Ikhwanul Muslimin ditangkap pada tahun 1954 saat terjadi bentrokan revolusi Mesir dengan jamaah Ikhwanul Muslimin dan dijatuhi vonis dengan hukuman kerja paksa seumur hidup. Dan beliau tetap ditahan hingga akhirnya dibebaskan pada masa presiden Anwar Sadat.

Kembali dalam kancah politik dan dakwah

Setelah keluar dari penangkapan, beliau kembali pada aktivitas dakwah dalam jamaah Ikhwanul Muslimin, dan kemudian dipilih menjadi mursyid Ikhwanul muslimin setelah ustadz Umar At-Tilimsani meninggal pada tahun 1986. Dan pada masa kepemimpinannya banyak anggota Ikhwan yang masuk dalam parlemen dan menjadi anggota dewan Mesir, dan jamaah menyaksikan akan perkembangan dan kemajuan yang gemilang pada masa kepemimpinannya.

Wafatnya

Muhammad Hamid Abu An-Nasr wafat dalam usia 83 tahun, yaitu tepat pada hari sabtu pagi tanggal 20 Januari 1996.

Buku-buku karangan beliau
  1. Hakikat al-khilaf baina “Al-Ikhwan al-muslimin” wa Abdul Nasser.


Sumber: www.al-ikhwan.net

Labels: