Di antara tanda-tanda estafet perjalanan dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah dipilihnya pemimpin yang mumpuni, memiliki karakteristik yang sesuai dengan masa dakwah saat itu, guna dapat merealisasikan kesinambungan dakwah Islam dan kemajuannya hingga terwujud janji Allah berupa kemenangan dan keteguhan.
Allah berfirman:
"Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik."
Ustadz Umar At-Tilmitsani merupakan sosok yang memiliki karakter yang fenomenal ini, teguh dalam membawa beban tanggung jawab dan amanah dakwah terutama pada masa dan kondisi sulit perjalanan dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun pada permulaan tahun 70-an abad 20 ini, sebelumnya beliau menghilang dan dipenjarakan dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun, seakan mereka menyadari kebenaran firman Allah SWT:
"(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertaqwa ada pahala yang besar"
Ustadz Umar At-Tilmitsani Dalam Kenangan
Nama lengkap beliau adalah Umar Abdul Fattah Abdul Qadir Mustafa At-Tilmitsani.
Lahir di jalan Husy dekat dengan Al-Ghoriyah bagian jalan merah di Kota Kairo, pada tanggal 4 November 1904, dan wafat pada hari Rabu tanggal 13 Ramadhan tahun 1406 H bertepatan dengan tanggal 22 Mei 1986 M pada umur mendekati 82 tahun.
Masuk dalam penjara pada tahun 1948 kemudian pada tahun 1954 dan pada tahun 1981, dan tidak ada ujian yang terus menimpanya kecuali membuatnya lebih tegar dan teguh keimanannya.
Beliau hidup di tengah keluarga yang berkecukupan dan rumah yang mewah dan luas, kakek dari bapaknya berasal dari desa Tilmitsani di Al-Jazair, datang ke kota Kairo menjadi seorang pedagang, dan Allah menganugrahkannya harta yang berlimpah, kemudian mengungsi kepada Al-Quran dan berpegang teguh kepadanya, serta memfokuskan diri pada Al-Quran dan melakukan tazkiyatun nafs dengan sungguh-sungguh dan gigih.
Pada usia 18 tahun beliau menikah, saat itu beliau masih duduk di bangku sekolah tingkat SMA, beliau begitu setia dengan istrinya hingga Allah memanggilnya pada tahun 1979 setelah mengaruniakan 4 orang anak; Abid, Abdul Fattah dan dua orang wanita.
Beliau berhasil mendapatkan predikat licence (Lc). pada Bidang hukum dan bekerja pada di bagian kehakiman (pengacara), yang kantornya terletak di daerah Syibin di Al-Qanatir, beliau gigih memperjuangkan hak-hak orang yang terzhalimi hingga pada tahun 1933 beliau berjumpa dengan Al-Imam Syahid Hasan Al-Banna di rumahnya kemudian berbait dan menjadi pengikut dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun, beliau termasuk orang yang pertama kali dari seorang pengacara yang masuk dalam dakwah yang penuh berkah ini.
Kisah Bai'ah Umar At-Tilmitsani
Beliau berkata, "Hubungan saya dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun dan dengan Imam syahid Al-Banna memiliki kisah yang mengesankan dari awal hingga akhir.
Pertama kali saya membuka kantor di Syibin Al-Qanatir saya tinggal di perkampungan At-Tilmitsani, dan ketika itu hari Jum’at awal tahun 1933 saya duduk-duduk bersama keluarga di taman bunga hingga seorang penduduk desa menghampiri saya dan berkata: ada dua orang afandih (sebutan orang yang belum dikenal) ingin bertemu denganmu, maka sekejap aku tinggalkan istri dan anak-anakku dan aku persilakan keduanya untuk datang, dan yang datang adalah dua orang pemuda; salah seorang di antara keduanya bernama Izzah Ahmad Hasan pembantu salkhonah di Syibin Al-Qanatir, dan yang lainnya bernama Muhammad Abdul ‘Aal, seorang penjaga/pegawai stasiun kereta api di daerah Delta di persimpangan daerah Abu Zaghbal.
Setelah dipersilakan dan keduanya minum kopi dan teh dan bercerita maksud kedatangannya, beberapa saat saya diam lalu salah seorang di antara mereka berkata: Apa yang harus kita lakukan? Dia menyampaikan pertanyaan dan aku menganggapnya sebagai urusan tanpa arti, lalu saya berkata kepada keduanya sambil mengejek: apa untungnya dengan urusan ini! Namun jawaban ejekan saya tidak dihiraukan dan tidak memberikan pengaruh pada keduanya bahkan bertanya kembali seperti pertanyaannya semula, dia berkata: di sana ada sesuatu yang lebih penting dari yang membutuhkan tarbiyah seperti Anda. Saya berkata: saya masih tidak serius untuk menjawabnya: apa ada sesuatu yang membuat saya butuh tarbiyah? Mereka berkata: Umat Islam telah jauh dari agama mereka, hingga pemimpin mereka menguasai umat dan negara mereka sehingga tidak memiliki kekuatan sedikit pun.
Saya berkata: Apa urusan saya dengan itu semua? Di sana ada pemerintahan dan Universitas Al-Azhar dengan sekularisasinya yang memiliki tanggung jawab masalah ini.
Dia berkata: sesungguhnya negara-negara Islam saat ini seakan tidak merasakan eksistensinya. Apakah Anda rela diundang oleh ulama besar pada malam lailatul qadar setiap bulan Ramadhan sambil buka bersama dan duduk bersama satu meja dengan jenderal Sami yang berkewarganegaraan inggris, dan di samping setiap ulama duduk wanita inggris dengan memakai perhiasannya dan pakaian setengah telanjang? Saya berkata: sudah pasti saya tidak rela. Namun apa yang bisa saya lakukan? Dia berkata: sesungguhnya saat ini andai tidak sendirian, di Kairo ada sekelompok (jamaah) Islam, yang memiliki pemahaman universal bernama jamaah al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin oleh seorang guru SD bernama Hasan Al-Banna, kami akan merencanakan waktu agar Anda dapat bertemu dengannya, mengenal apa yang diserukannya dan apa yang ingin diwujudkannya.
Setelah itu bergemuruhlah kecemburuan agama saya dan terus berkecamuk dalam jiwa saya, sayapun terus dihantui perasaan bosan dengan kondisi selama ini dan akhirnya saya sepakat untuk bertemu dengan orang yang disebut tadi, keduanya pun pergi tanpa saya berjumpa dengan keduanya setelah itu, dan saya ketahui dari keduanya sebelum pergi bahwa keduanya membawa misi penting setiap Jum’at pagi setelah shalat fajar.
Sekalipun ada perbedaan antara seseorang yang menjaga kehormatannya dan seseorang yang sedang menyeru untuk beramal dan berjihad di jalan Allah. Namun berhak baginya merasa untuk heran dan kagum terhadap penampilan saya yang menunjukkan kemakmuran secara sempurna, tidak merasa terbebani dengan amal di jalan Allah; perkara yang membutuhkan banyak perubahan menuju kehidupan yang sederhana dan tidak terjerumus pada kehidupan glamour dengan meninggalkan segala kenikmatan yang dicapai selama ini.
Sekalipun fenomena yang tidak banyak memberikan ketenangan, orang tersebut telah banyak bercerita tentang dakwah, sejak awal dan akhir yang diinginkan adalah tuntutan penerapan syariat Allah, mengarahkan umat dan memberikan peringatan kepada mereka akan hakikat ini, dan kebaikan tidak akan terwujud kecuali dengan jalan tersebut.
Bahwa perubahan antara undang-undang konvensional kepada undang-undang Islam adalah suatu keniscayaan menuju proyek besar tanpa kekerasan dan teror.
Imam Syahid juga menjelaskan –dalam pertemuan pertama kami- akan tujuan dan misi dakwah serta sarana-sarananya, beliau menyampaikan dengan penuh kejujuran dan ketulusan, menyampaikan rasa sedihnya terhadap kondisi yang menimpa umat Islam di segala penjuru dunia, dan kehinaan yang menyelimuti umat Islam dan berusaha menghilangkan khilafah Islamiyah, jika sebagian para pemimpin melakukan kerusakan dan penyimpangan maka bukan berarti khilafah tersebut yang jelek atau menyimpang, siapa pun mengakui akan hal tersebut; karena teori berbeda dengan penerapan.
Setelah dialog panjang selesai, kembali beliau bertanya kepadaku: Apakah Anda puas? Setelah saya menjawabnya beliau segera berkata kepadaku: jangan dijawab sekarang, di hadapanmu ada satu minggu untuk merenungkan jawabannya, saya tidak mengajakmu pada minggu depan untuk baiat, jika Anda merasa terganggu cukup bagi kita menjadi sahabat dalam al-Ikhwan Al-Muslimun.
Ada orang yang ikut dalam pertemuan itu dan selintas ada pembicaraan dari yang aku dengar tentang baiat, maka ketika lewat satu minggu, saya hadir tepat waktu dan berbaiat kepadanya sambil bertawakal kepada Allah. Saya merasa ini adalah kebahagiaan yang sangat besar dalam hidupku menjadi bagian dari jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun sejak berdirinya selama lebih dari setengah abad, mendapatkan hidayah di jalan Allah dari apa yang aku dapatkan, dan berharap ganjaran dari sisi Allah, dan ikhlas karena Allah.
Demikianlah kisah perjumpaan saya dengan imam Syahid Hasan Al-Banna dan Al-Ikhwan Al-Muslimun, tidak menjanjikan dunia dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya, kekayaan dan kemegahannya, wangi bunga dan keindahannya, namun secara gamblang disampaikan bahwa jalan dakwah ini penuh dengan onak dan duri, keletihan dan kepayahan, bagi yang menerimanya dengan bashirah (kesadaran yang tinggi), tidak akan mencela siapa pun maka tiada seorang pun yang dapat menipunya.
Demikianlah saat mereka mau menerimanya dengan penuh kerelaan, Allah akan menyatukan antara hati mereka, hingga umat yang lain takjub akan kuatnya ikatan yang menyatukan hati para ikhwah seluruhnya; bahkan di antara mereka ada yang berkata: jika ada salah seorang ikhwah yang bersin di Alexandria maka akan diucapkan doa "Yarhamukallah" oleh ikhwah yang ada di Aswan. Dan saya katakan: sekiranya seorang ikhwah di Eropa menginginkan sesuatu maka akan ada yang mewujudkannya oleh ikhwah yang ada di Kanada selama itu memungkinkan dan selama perkara tersebut tidak membuat Allah Murka.
Umar At-Tilmitsani; Antara Harta Dan Dakwah
Beliau bercerita: Ketika saya berjumpa dengan salah seorang pembesar di kementerian Mesir –saat ini beliau -Hasan Al-Banna- masih hidup- pada masa pemerintahan presiden Anwar Sadat untuk bekerja sama secara khusus, setelah bertukar pikiran, beliau mengutarakan sisi hartanya, dan yang mengagetkan saya adalah ucapan beliau bahwa negara banyak memberikan dana pada seluruh media masa dan majalah-majalah di Mesir, begitu pun majalah dakwah seperti majalah Islam yang paling berhak mendapatkan dukungan dana tersebut, saya memahami apa yang diinginkan orang tersebut, maka saya pun menahan diri dan saya jawab dengan bahasa umum: Ya Syaikh, ucapkan shalawat atas nabi, gak wajar Anda berbicara seperti itu, akhirnya pertemuan berakhir dan saya pun berpisah dengannya.
Suatu hari salah satu penerbit majalah agama yang sampai saat ini masih terbit mengundang saya menghadiri nadwah agama yang diselenggarakan oleh kantor majalah tersebut…saat dialog saya izin ke wc, dan ketika keluar dari wc saya dapati salah seorang dari pegawai majalah memberikan kertas dan meminta saya untuk memberikan tanda tangan. Saya berkata kepadanya: Apa ini? Dan Kenapa? Dia berkata: upah kehadiran Anda pada nadwah ini. Saya berkata: sekiranya saya tahu bahwa dakwah kepada Allah ada upahnya saya tidak akan datang. Dia berkata: Sekadar pengganti transport dan letih…saya berkata: saya punya mobil yang dipersiapkan khusus dari ikhwah untuk permasalahan seperti ini. Dia berkata: tapi yang lain telah mengambilnya. Saya berkata: saya bukan mereka, saya adalah orang yang berada di pintu Allah, lalu saya pergi tanpa mengambil dan memberikan tanda tangan.
Suatu kali ketika saya menunaikan ibadah haji, saat di kota Jeddah seseorang menemui saya al-akh (M.S), saat ini masih hidup-semoga Allah memanjangkan umurnya- dan berkata: salah seorang pembesar ingin bertemu dengan saya walaupun bukan dari keluarga raja Saudi namun masih memiliki hubungan keluarga, maka saya pun menyambutnya dan berharap ada kebaikan di dalamnya, lalu ditentukanlah waktunya, lalu saya pergi 5 menit sebelum waktu yang ditentukan, dan ketika tiba waktunya pembesar tersebut memanggil sekretarisnya dan dia pun mempersilakan saya untuk masuk, di dalamnya salah seorang anak dari Al-Marhum raja Faisal bin Abdul Aziz keluarga Saudi ada bersamanya, namun orang tersebut tidak berkutik sedikit pun dari tempatnya; hingga saya berada berhadapan dengan kursinya, lalu dia berdiri, dan kelihatannya dia melakukan itu karena terpaksa, lalu dia mengucapkan salam, pada saat itu saya memakai sendal dan baju jalabiyah warna putih yang sudah agak buram warnanya.
Lalu pembesar itupun duduk dan berbicara tentang masalah dakwah Islam, kemudian mengeluarkan majalah dakwah yang tidak dikeluarkan lagi setelahnya saat itu. Dan berkata: sesungguhnya dia berkeinginan memberikan bantuan, saya pun memahami akan tujuannya, dan berkata sambil memutus ucapannya: yang mulia Anda meminta saya untuk berjumpa sebagai dai bukan sebagai pemutus perkara, sekiranya saya tahu Anda akan berbicara kepada saya tentang masalah yang sedang Anda alami maka saya mohon maaf untuk tidak memenuhi undangan ini, karena itu izinkan saya untuk pergi, maka orang tersebut tampak marah dengan sikap saya. dan Beliau berkata: saya tidak bermaksud dari apa yang Anda kira, namun saya sebagai seorang muslim ingin membantu amal dakwah dan sungguh benar sabda Rasulullah saw yang maknanya: "Dan berikanlah kepada siapa yang kamu inginkan sehingga kamu menjadi pemimpinnya".
Setelah selesai dia keluar sementara pembesar lainnya masih bersama saya; hingga dia mengantarkan saya menuju tangga, keduanya tidak pergi kecuali setelah saya turun dari tangga tersebut.
Saya juga ingat ketika saya pergi ke salah satu negara Arab untuk menghadiri acara pembukaan musim kebudayaan, setelah saya berbicara pada 10 tempat, salah seorang dari panitia menghampiri saya, dan di tangannya ada amplop yang berisi uang 25000 Dirham. Saya berkata kepadanya: Apa ini? Orang itu mengira saya menganggap jumlah tersebut terlalu sedikit. Dia berkata: selain Anda, ada yang mengambil uang setengah dari jumlah ini. Saya berkata kepadanya: sesungguhnya Anda berada pada suatu lembah dan saya berada pada lembah lain. Saya tidak akan mengambil uang itu karena saya menyampaikan ceramah di jalan Allah, jika uang tersebut harus dibayarkan maka masukkan saja ke rekening bank para mujahid Afganistan yang mulia.
Ketika salah satu surat kabar meminta saya menulis dan memberinya upah, saya menolak; karena saya bukanlah seorang wartawan, dan sekalipun benar atau salah maka lebih pokok adalah ceramah dakwah tanpa ada upah, karena itulah mereka akan mendapatkan kehormatan, dan menganggap bahwa ucapan yang disampaikan adalah karena Allah, Allah berada di belakang berbagai niat dan maksud.
Sifat-Sifat Yang Harus Dimiliki Seorang Dai Atau Murabbi
Ustadz Umar At-Tilmitsani banyak meninggalkan kenangan yang baik, terutama bagi siapa yang mengenalnya atau berkomunikasi dan berhubungan dengannya; oleh karena kebersihan jiwanya, ketulusan hati dan hidupnya, kebaikan ucapannya, keindahan bicaranya, keindahan penampilannya dan kesopanannya dalam dialog dan debatnya.
Beliau bercerita tentang kehidupannya, "Saya tidak pernah mengenal kekerasan dalam akhlaq saya, tidak berambisi mengalahkan dan mematahkan orang lain, karena saya tidak melihat seseorang sebagai musuh, ya Allah kecuali yang demikian itu untuk mempertahankan kebenaran, atau dalam dakwah untuk beramal pada Kitabullah, dan permusuhan tersebut dari pihak mereka bukan dari pihak saya…saya telah berjanji pada diri saya untuk tidak melakukan kezhaliman pada orang lain walaupun hanya dengan ucapan; sekalipun saya berada di hadapan rival politik atau sekalipun mereka menyakiti saya…karena itulah belum pernah ada antara aku dan orang lain permusuhan terhadap masalah pribadi".
Beliau sangat pemalu, tidak pernah ada orang lain melihatnya sambil mengangkat kepalanya. Pada saat duduk, berdialog selalu ada perasaan bahwa peristiwa yang keras dan panjang dalam kegelapan penjara telah membuatnya lemah; sehingga dia tidak pernah meninggalkan tempat tanpa ada bekas yang orang lain dapat mengimaninya, beliau berada di balik jeruji besi selam 17 tahun, beliau masuk penjara pada tahun 1948, kemudian pada tahun 1954, dan kemudian pada tahun 1981, dan semua ujian tersebut tidak membuatnya gentar kecuali bertambah keteguhan dan ketabahannya pada agama Allah.
Dalam dialog bersama majalah Saudi "al-Yamamah" tanggal 14-1-1982 beliau berkata, "Sesungguhnya kebiasaan yang ada dalam kehidupan saya adalah saya tidak suka dengan kekerasan apapun bentuknya, ini bukanlah sikap politik saja namun sikap pribadi yang erat dalam jiwa, walaupun saya dizhalimi namun tidak serta merta saya pindah kepada kekerasan, bisa saja saya menggunakan kekuatan untuk mencapai perubahan namun selamanya saya tidak akan pindah pada kekerasan".
Beberapa Sikap Umar At-Tilmitsani
Ketika Ustadz Umar At-Tilmitsani berada di dalam penjara, beliau pernah diundang pada acara nadwah dan pertemuan para pemuda yang direncanakan oleh aparatur negara, kami bersepakat untuk mengulangi kembali nadwah tersebut dan saat itu dirinya ada permasalahan, namun apa yang dimiliki Allah pasti akan kekal dan bersambung, maka sang mursyid pun menjelaskan duduk perkaranya di hadapan para ikhwah, ada yang mendukung dan ada yang menentang namun akhirnya disepakati.
Suatu hari Ustadz Umar pergi dan berbicara dengan seorang pemuda selama dua jam dengan perbedaan latar belakang namun pertemuan itu berakhir dengan menakjubkan, pemuda tersebut menyalami mursyid, memeluk dan mencium kedua tangannya, mengucapkan terimakasih atas nasihatnya dan terbukalah pintunya. Yang demikian tentunya merupakan taufik dari Allah, namun aparat negara memutus hubungan mereka selamanya, seperti angin yang datang dengan membawa sesuatu yang tidak disukai oleh para nelayan.
Ustadz Umar At-Tilmitsani rahimahullah berkata: Imam Syahid pernah memanggil saya untuk pergi bersamanya dalam suatu perjalanan, di dalam kereta api beliau bertanya kepada saya: Apakah perjalanan ini dengan biayamu atau biaya kita? Jika saya ingin merasa lega dari lelahnya perjalanan yang jauh ini, saya katakan: perjalanan atas biaya aku, dan diberikan tiket kelas dua, namun jika saku dalam keadaan kempis maka aku akan katakan: perjalanan ini atas biaya Anda, maka dia akan memberikan tiket kelas 3.
Lalu aku duduk sementara kepalaku berada di bawah; agar tidak seorang pun yang aku kenal melihat saya, sementara saya duduk di kelas tiga, sementara al-Ustadz tersenyum melihat tingkah saya, sehingga setelah lama saya berada dalam jamaah Ikhwan saya merasa naik kereta kelas tiga seperti mengendarai kereta kelas satu tanpa ada rasa canggung atau malu.
Ustadz Umar At-Tilmitsani rahimahullah juga bercerita: ketika aku pergi bersama al-imam syahid menuju Syibin al-Koum untuk menghadiri acara pernikahan salah seorang ikhwah, setelah shalat Isya saya melihat para ikhwah duduk seperti yang lainnya di hamparan, lalu datanglah makanan dengan telor goreng, keju yang sudah lama, maka saya dekatkan diri saya ke telinganya sambil berbisik; apakah Anda membawa saya kemari untuk membuat saya kelaparan?! Beliau sambil berbisik berkata: diamlah sejenak niscaya Allah akan menutupimu, lalu datanglah seseorang dengan membawa daging goreng dan anggur.
Ketika ustadz Umar At-Tilmitsani dilepaskan dari penjara pada bulan Juni 1971 datang kepadanya seorang tentara berpangkat jenderal, dan berkata kepadanya: Anda telah dibebaskan…maka kumpulkan keperluan Anda untuk keluar, waktu itu tepat shalat Isya, maka beliau pun berkata kepada jenderal tersebut: Bolehkah saya menginap di sini satu malam saja, dan nanti saya akan keluar besok pagi, kerena saya sudah lupa jalan-jalan di kota Kairo.
Jenderal itupun kaget dan berkata: Apa yang kamu katakan? Apa kamu tidak merasa sempit di dalam penjara ini dan ingin keluar darinya secepatnya? Dia berkata: lebih baik saya tinggal disini malam ini lalu keluar besok pagi.
Dia berkata: ini adalah tanggungjawab yang saya tidak mau menanggungnya, silakan keluar dari penjara, dan tidur di depan pintu kapan saja kamu suka, maka aku pun meminta taksi dan dia menghadirkannya, lalu al-ustadz kembali ke rumahnya dan berkata: sungguh saya heran saat saya bertemu dengan keluarga dan kerabat saya tidak merasakan perubahan yang besar dalam jiwa saya, seakan saya tidak berpisah dengan mereka kemarin, apa rahasianya di sini? Saya pun tidak mengetahui!!
Salah seorang kontributor di London mengajukan pertanyaan kepada saya: Kenapa Anda lari dari pertanyaan yang gamblang tersebut? Beliau menjawab: sesungguhnya lari itu bukan bagian dari sifatku, namun kebiasaanku membuat aku acuh terhadap kritikan pemerintahanku diluar negeri, saya tidak mau mengecam sementara saya berada di luar, namun saya lebih suka menyampaikannya langsung di dalam Mesir, ini adalah prinsip bukan politik".
Dalam salah satu nadwah yang diselenggarakan oleh para wartawan negara Emirat bersama dengan Ustadz Umar At-Tilmitsani tahun 1982 setelah terjadi penangkapan besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintahan Anwar Sadat, salah seorang wartawan mengajukan pertanyaan: Apa pendapat Anda terhadap pemerintahan Mesir dan perjanjian Camp David?
Ustadz menjawab: Saya lebih suka mengajukan pandangan penanya karena saya datang kemari bukan untuk mencela pemerintah kami, pendapat kami begitu jelas dan gamblang terdapat dalam media masa dan majalah-majalah di Mesir. Kami telah belajar dari Islam dengan jelas untuk menjaga kebersihan lisan. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, "Bukanlah orang yang beriman, orang yang suka mencela, melaknat, berkata kotor dan keji".
Selamat Tinggal Ustadz
Allah telah memanggil beliau pada hari Rabu tanggal 13 Ramadhan tahun 1406 H bertepatan dengan tanggal 22 Mei 1986, beliau wafat di Rumah sakit oleh karena sakit yang menimpanya pada usia 82 tahun, beliau dishalatkan di masjid Umar Mahram di Kairo, dan orang yang mengiringi jenazahnya begitu banyak hingga mencapai seper empat juta jiwa –ada yang mengatakan setengah juta jiwa, dari rakyat Mesir dan para utusan yang datang dari luar Mesir.
Mesir belum pernah menyaksikan selama setengah abad terakhir para pelayat yang mengiringi jenazah seperti saat meninggalnya ustadz Umar At-Tilmitsani, dengan kebesarannya, kemuliaannya, ketulusannya dalam hidupnya selama di dunia.
Kami tidak bisa melupakan pandangan para pemuda yang berumur belum mencapai 20 tahun dan ada yang lebih…mereka datang dari kota dan desa ikut menyertai jenazah beliau, mereka berjalan tanpa alas kaki di belakang mobil yang membawa jenazah, air mata mereka menetes membasahi wajah mereka, menangisi meninggalnya seorang dai, seorang pemimpin, seorang pengayom, seorang mursyid dan simbol sejati umat Islam.
Beliau adalah seorang pembawa bendera dakwah Islam tingkat dunia, yang dalam kurun selama 10 tahun terakhir mampu mengembalikan harakah Islam modern –terutama jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun- dengan kebersihan, kesucian dan keramahannya pada jati dirinya, mampu menolak segala tuduhan dan racun yang dihadapkan kepadanya, tuduhan-tuduhan batil yang dilekatkan kepadanya, bahkan pada segala kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh para durjana, selama sepertiga abad terakhir, sehingga pada akhirnya hati para musuh menjadi lunak dan luluh dan kemudian menjadi kawan.
Ustadz Umar At-Tilmitsani rahimahullah dengan akhlaqnya, hidupnya yang sederhana, budi pekertinya yang mulia, kelembutannya, kejujurannya, keikhlasannya, kesuciannya, keterusterangannya, keberaniannya, ketawadhuannya, kesemangatannya, kegigihannya dan kebijaksanaannya mampu mewujudkan jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun keberadaannya (eksistensinya) secara pasti dan realistis, mengembalikan perannya dalam kancah politik hingga pada tingkat nasional (Mesir), dunia Arab dan internasional.
Sang mujahid Umar Tilimsani wafat, sementara rakyat Mesir berkata: Ya untuk Al-Ikhwan Al-Muslimun!!
Kemudian pemerintah pun mulai menampakkan ketsiqahannya terhadap Al-Ikhwan Al-Muslimun, ehingga ikut serta dalam mengusung jasad beliau, dihadiri oleh perdana menteri, syaikhul Azhar, anggota Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah dan ketua DPR Mesir, sebagian pemimpin PLO Palestina, sebagian besar rakyat Mesir dan umat Islam dan para pembesar dari kalangan diplomat; Arab dan Islam.
Bahkan hingga gereja Mesir berkata: Ya untuk Al-Ikhwan Al-Muslimun, lalu ikut serta dalam mengusung mayat yang diwakili oleh Pendeta Namr Erius.
Akhirnya gereja menafikan ucapannya yang keji dan menyebarkan fitnah terhadap Al-Ikhwan Al-Muslimun bahwa Al-Ikhwan Al-Muslimun bertentangan dengan persatuan dan kesatuan bangsa!!
Dan sambil malu-malu kalangan pers berkata: Ya untuk Al-Ikhwan Al-Muslimun, lalu menyebarkan berita wafatnya sang maestro Al-Ikhwan Al-Muslimun dan memujinya, bahkan sang pemimpin surat kabar akhbar al-yaum Ibrahim Sa’adih berkata: Umar Tilimsani wafat, suasana aman; bagi jamaah, bangsa, bahkan negara!!
Golongan kiri Mesir juga berkata: Ya untuk Al-Ikhwan Al-Muslimun…hingga mereka ikut hadir mengusung mayat Umar At-Tilmitsani!!
Radio Amerika juga berkata: Jenazah ini memberikan kekuatan dan semangat aliran Islam di Mesir khususnya, karena kebanyakan yang hadir dalam mengusung mayat adalah para pemuda.
Majalah Kirinz International terbitan tanggal 1-6-1986 menulis berita: dengan wafatnya Umar Tilimsani gerakan Islam kehilangan sosok pemimpin yang gigih bekerja dan kepribadiannya akan selalu dikenang sepanjang masa.
Buku-buku karangan Ustadz Umat At-Tilmitsani
Dzikrayat la Mudzakarat, Syahid al-Mihrab, Hasan Al-Banna al-mulihim al-mauhub, Ba’dhu Ma Allamani Al-Ikhwan, Fi Riyadhi tauhid, Al-Makhroj al-Islami min Al-Ma’zaq as-siyasi, Al-Islam wal hukumah Ad-diniyah, Al-Islam wa Nazhrotuhu as-samiyah lil mar’ah, Qola an-Naas walam Aqul fi Ahdi Abdun Nasir, Min sifatil abidin, Ya Hukkaam Al-Muslimin.. Ala Takhafunallah? La nakhafu al-Islam walakin, Al-Islam wal hayah, Haula Risalah Nahwa Nuur, Min Fiqh al-I’lam al-Islami, Ayyam ma’a Sadat, Aaro fi Addin wa as-siyasah.
Sumber: www.al-ikhwan.net Teruskan membaca...
0 comments:
Post a Comment